Jaga Jejak Digital dengan RT2P: Rasakan, Tahan, Pikirkan dan Putuskan
Semarang: Pesan ini lama diwasiatkan kepada para netizen aktif. Jejak digital itu jahat. Rawat dan jaga baik-baik. Jangan rusak masa depan, karena coreng buruk jejak digital yang tak sengaja kau buat itu bisa merusak sebelanga citra baik Anda seumur hidup.
”Satu pertimbangan baru perlu kita pahami, bahwa untuk menjaga jejak digital tetap positif memang ditentukan oleh kecakapan dan kemampuan kita mengelola ruang digital, yang bukan semata ditentukan seberapa canggih perangkat digital yang kita kelola. Tapi, penting juga dikuasai seberapa banyak literasi bacaan online yang di-klik, dibaca, dibagikan, dan didiskusikan, sehingga memberi dampak dan manfaat positif bagi orang lain.
Untuk menjaga jejak digital tetap baik, setiap kali sebelum klik suatu konten atau link informasi, budayakan step ’RT2P’. Apa itu? ”Rasakan, ada tidak manfaatnya buat diri dan orang lain. Tahan, diresapi dulu kebenaran informasinya. Pikirkan ulang, perlu tidaknya informasi. Baru Putuskan, perlu tidaknya di-sharing atau dibagikan ke banyak orang. Kalau ini menjadi kebiasaan, niscaya jejak digital kita akan aman terjaga,” pesan Ahmad Sururi, dosen Universitas Serang Raya saat berbicara dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga kota Semarang, 5 November 2021.
Webinar yang diikuti 700-an peserta dan mengupas topik ”Kenali Bahaya di Dunia Digital, Jangan Asal Klik di Internet” itu dibuka dengan keynote speech dari Presiden Joko Widodo, dilanjut pesan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. Selain Ahmad Sururi, tampil tiga pembicara lainnya: Nurul Hajar Latifa, pendidik dan aktivis Lintas Iman; Retno Kusumastuti, dosen Fisip Universitas Indonesia, Depok, bersama koleganya, Dr. AP Tri Yuningsih, dosen FISIP Universitas Diponegoro Semarang. Sedangkan posisi moderator diisi Fikri Hadil didampingi Dede Fajar Kurniawan, digital marketing yang juga manajer artis sebagai key opinion leader.
Menyambung diskusi, Retno Kusumastuti mengatakan, di ruang digital selain waspada jangan asal klik link yang belum jelas dan kredibel, juga patut dipikir ulang saat kita dalam posisi mendistribusikan pesan: jangan asal share informasi. ”Dalam posisi penerus pesan, adik-adik bukan semata konsumen pesan. Sehingga, saat hendak mendistribusikan, pikir ulang dulu banyak hal. Di antaranya, yang Anda share itu beda usia atau beda keyakinan dan pandangan politiknya, tentu akan berpengaruh saat merespon pesan yang Anda bagikan,” ujarnya.
Retno menambahkan, cek juga fakta di aplikasi, cek fakta atau diskusikan dengan beberapa pihak yang lebih paham. Tahan dan pikir berulang, apakah info yang Anda bagikan bermanfaat. Juga, pastikan sumber informasinya akurat dan kredibel. Jangan juga, bagikan info orang lalu Anda aku sebagai karya Anda, ini bisa memunculkan masalah plagiarisme. Dan, di ruang digital hak cipta bisa memunculkan masalah hukum bagi yang melakukan pelanggaran. Jadi, jangan anggap enteng. Hargai karya orang lain di ruang digital, agar aman dan nyaman buat semua,” pesan Retno.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan berjuta info adalah lamanya kita berakses dengan internet. Peluang emosi lebih besar. Dan, saat emosi, sebaiknya jangan men-share konten apa pun di ruang digital. Mengapa?
”Sadari, pikirkan, dan tahan sebelum diputuskan, bahwa tidak semua konten yang baik itu benar. Tidak juga semua konten yang benar pantas disebar, dan tidak semua yang pantas disebar itu bermanfaat buat banyak orang. Jadi, pikir tiga pertimbangan itu sebelum sharing. Think before posting itu benar adanya,” ujar Retno Kusumastuti memungkas diskusi. (*)
Post a Comment