Demokrasi Pancasila di Ruang Digital
Sukoharjo - Media digital menjadi sarana paling banyak digunakan untuk berdemokrasi. Tidak hanya yang berkait dengan demokrasi politik, media digital juga dimanfaatkan organisasi masyarakat, dan warganet secara umum untuk menyampaikan opini. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang disampaikan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dengan tema "Bangun Demokrasi di Dunia Digital", Rabu (10/11/2021).
Diskusi virtual dipandu oleh Zacky Ahmad (entertainer) dan diisi oleh empat narasumber: Danu Anggada Bimantara (Pegiat Seni Tradisi), Abdul Rohim (Redaktur Langgar.co), Teguh Suroso (konsultan hukum), Rochmad Basuki (Komisioner Banwas Pemilu Kabupaten Sukoharjo). Serta Ario Setiawan (musisi dari band LYLA) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membahas tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yaitu digital ethic, digital skill, digital culture, digital safety.
Konsultan hukum Teguh Suroso menjelaskan bahwa terlepas dari media yang digunakan untuk berdemokrasi, akar demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang mengedepankan kedaulatan rakyat. Dalam garis besarnya, demokrasi bangsa Indonesia adalah peduli dan menghargai orang lain. Pelaksanaan demokrasi pancasila harus sesuai dengan UUD 1945.
Bicara demokrasi digital, media digital memudahkan masyarakat dalam menyampaikan opini, aspirasi, dan memulai sebuah gerakan tertentu. Hal ini banyak ditemui melalui gerakan yang dilakukan melalui Change.org dan kanal-kanal lainnya
"Pun media sosial yang kini semakin mendekatkan antara pemimpin dan rakyat. Media sosial memungkinkan keterhubungan yang dekat dan cepat karena platform digital menghilangkan batasan penyampaian opini," jelas Teguh Suroso.
Contoh transformasi demokrasi digital di Indonesia e-government, kampanye politik online seperti telah dilakukan pada pemilihan bupati pada 2020 dan pemilu 2019, dan penyampaian pendapat di media digital.
"Yang menjadi catatan dalam berdemokrasi digital haruslah tetap dilakukan dalam koridor hukum sebagaimana diatur dalam UU nomor 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE). Tetap ada batasan dalam kebebasan berdemokrasi," katanya.
Sementara itu Komisioner Banwas Pemilu Kabupaten Sukoharjo Rochmad Basuki menambahkan bahwa poin dalam demokrasi digital terletak pada kemampuan publik untuk memanfaatkan informasi yang tersedia bagi pembentukan opini mereka terhadap masalah-masalah publik yang kemudian akan mempengaruhi pembentukan kebijakan publik.
"Peran internet semakin membesar sejak awal 2000. Melalui media sosial pengguna dapat meluapkan uneg-uneg dan pendapatnya secara bebas. Akses yang terbuka lebar tidak hanya berdampak positif, adapula sisi negatifnya. Misalnya pemanfaatan media digital untuk menebar ujaran kebencian. Oleh sebab itu ada selain hukum dalam mengkomunikasikan pendapat, yaitu batasan etika," ujar Rochmad Basuki.
Demokrasi digital dalam ruang lingkup etika itu ada batasan kemanusiaan. Artinya masyarakat bisa harus tahu hak-hak dalam menerima informasi. Masyarakat punya hak setara dalam menyampaikan demokrasi, dan mencerna informasi dengan menghargai perbedaan pendapat.
"Dibutuhkan upaya bersama semua pihak agar kebebasan demokrasi bisa tertangani dengan baik," tutupnya. (*)
Post a Comment