Ciri Generasi Emas: Jago Kolaborasi dan Tak Suka Pintar Sendiri
Sleman: Kalau di masa lalu guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, boleh jadi keliru. Karena menurut Mendikbud dan Ristek Nadiem Makarim, guru sangat berperan penting dalam mendorong dan merangsang kondisi siswa untuk punya kecakapan emas yang mengantarnya menjadi generasi emas di tahun 2045.
Nadiem melanjutkan gagasan mendikbud pendahulunya, Prof. M. Nuh, yang mensyaratkan tiga kecakapan sebagai ciri generasi emas, yakni ASK: Attitude (budi pekerti luhur), Skill (termasuk kecakapan digital yang di era pandemi telah beradaptasi bagi pembelajaran sekolah dengan beragam plus minusnya), dan Knowledge (ilmu pengetahuan yang kompeten dan komprehensif).
”Dengan transformasi digital, ketiganya (ASK) makin dikebut, dipercepat, dipermudah dan diperluas agar menjadikan generasi maksimal yang siap bersaing di skala lokal, nasional maupun global, meski tantangannya makin berat,” ujar Dr. Riant Nugroho, pengajar dan penggiat literasi digital, saat berbicara dalam webinar literasi digital ’Indonesia Makin Cakap Digital’ yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (12/11/2021).
Nadiem Makarim, lanjut Riant, sangat prihatin dengan update dunia pendidikan kita yang, menurut penelitian seorang profesor dari Harvard University Amerika, disebut butuh 128 tahun untuk mengejar ketertinggalan agar dunia pendidikan Indonesia sejajar dengan negara lain. Kuncinya, kata Rian Nugroho, meningkatkan kualitas kecakapan digital dan beragam kompetensi ilmu pengetahuan, tanpa lupa meningkatkan kesejahteraan guru. Agar guru makin bisa bebas dan merdeka belajar di kelas online untuk makin merangsang siswa belajar mandiri dan kreatif, agar makin mampu bersaing dengan siswa setingkat dari negeri lain.
”Jadi, kalau disebut tanpa tanda jasa keliru, karena memang guru itu sangat banyak beban dan jasanya. Generasi emas yang diinginkan ke depan adalah yang jago berkolaborasi, bisa bergotong royong melibatkan banyak teman untuk berprestasi bersama, maju bersama, tak suka menonjol dan main pinter sendiri. Itu ciri generasi emas di masa datang,” tambah Riant, yang juga dikenal sebagai ahli kebijakan publik.
Riant tak sendiri mengupas topik menarik: ”Transformasi Digital untuk Pendidikan: Menyongsong Generasi Emas”, dalam webinar yang dibuka secara daring oleh Presiden Joko Widodo dan diikuti 500-an peserta lintas usia dan profesi. Dipandu oleh moderator Ayu Perwari, hadir pula tiga pembicara lain: Dr. Jafar Ahmad, Direktur Eksekutif Lembaga Suvei IDEA Institute Indonesia; Wibowo Prasetyo, Staf Khusus Menteri Agama Bidang IT, juga Dr. Masmin Afif, Kepala Kanwil Kemenag DI Yogyakarta, serta Dr. Endy Agustian, Duta Pendidikan Indonesia, sebagai key opinion leader.
Dalam paparannya, Staf Khusus Menteri Agama Wibowo Prasetyo mengatakan, kerasnya persaingan ke depan menuntut generasi muda yang berciri generasi emas untuk tangguh menghadapi ujian persaingan itu. Dunia penuh ketidakpastian, apa yang kita pelajari saat ini boleh jadi menjadi tidak penting dua, tiga atau lima tahun mendatang. Kata Wibowo, yang menjadi penting adalah proses belajar itu sendiri. Guru masa depan bisa menyadarkan siswa untuk mencintai proses belajar itu sendiri. Menyadarkan konsep pentingnya long live education. Mau terus belajar seumur hidup, karena transformasi teknologi memudahkan itu semua dan mempercepat belajar.
”Dengan kecakapan digital yang makin kompeten sesuai bidangnya, generasi muda akan selalu siap bersaing dengan kondisi yang juga terus berubah. Dan kuncinya, jangan malas membaca literasi di media apa pun. Bukankah perintah Allah sejak awal agar manusia tak berhenti membaca, iqra? Karena di sana sumber ilmu dan kecakapan,” tambah Wibowo Prasetyo.
Jadi? Kakanwil Kemenag DI Yogyakarta, Masmin Afif, menambahkan, transformasi dan penguatan literasi digital mempercepat, mengakselerasi, terwujudnya generasi emas. Terkait itu, tanamkan pada siswa dan generasi muda bahwa literasi digital kecakapannya tak semata hanya menguasai keterampilan dalam mengoperasikan dan memanfaatkan gadget, tapi imbangi dengan kemampuan berkolaborasi, bekerja sama dengan banyak orang dan menjaga nilai luhur bangsa dan cinta tanah air. ”Sehingga, di satu sisi mampu bersaing cepat di ruang digital secara global, tapi di sisi lain jatidiri dan nilai luhur bangsanya secara moral terus bisa terjaga,” pesan Masmin Afif, memungkas diskusi. (*)
Post a Comment