Berkolaborasi Menjadi Pelopor Masyarakat Digital yang Beretika
Banjarnegara – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar literasi digital dengan tema “Menjadi Pelopor Masyarakat Digital” untuk masyarakat Kabupaten Banjarnegara, Jawa tengah, Senin (15/11/2021). Literasi digital merupakan upaya pemerintah dalam mengajak masyarakat untuk meningkatkan kecakapan literasi digital yang meliputi digital ethics, digital skills, digital safety, digital culture.
Anneke Liu (praktisi komunikasi) memandu diskusi virtual dengan menghadirkan empat narasumber: Ahmad Thoha (praktisi dan konsultan pendidikan), Iwan Gunawan (praktisi community development), Siti Nurhidayati (pengawas PAI), Mohammad Faojin (pengawas sekolah madya). Serta Bella Ashari (professional public speaker) sebagai key opinion leader.
Pengawas PAI Siti Nurhidayati menyampaikan bahwa internet dan teknologi memberikan manfaat positif dalam berbagai hal. Teknologi informasi memudahkan dalam berkomunikasi dan berjejaring dengan jangkauan lebih luas, dan menyediakan informasi yang berlimpah. Namun dampak negatifnya, penggunaan internet dan teknologi informasi dapat membuat pengguna terisolasi dari interaksi sosial secara langsung, kebenaran informasi tidak terjamin, dan potensi ancaman keamanan digital.
Oleh sebab itu tantangan warga digital ialah harus mampu menggunakan dan mengakses teknologi dengan lebih beretika, bertanggung jawab dalam menggunakan informasi, serta senantiasa berpikir kritis, kreatif, dan komunikatif dalam menyelesaikan permasalahan.
“Pelopor masyarakat digital adalah yang mampu menjadikan era digital pada genggaman untuk dikendalikan, serta menggerakkan orang untuk memproduksi kebaikan dan konten positif di ruang digital,” jelasnya.
Etika digital merupakan salah satu kecakapan literasi digital yang mesti dipahami dan dipraktikkan dalam berinteraksi dan berkomunikasi di ruang digital. Etika di media sosial di antaranya adalah mampu menggunakan bahasa yang dan sopan dalam berinteraksi, mengedepankan nilai kesopanan dan tidak mengandung SARA dalam konten yang diunggah. Bijak dalam menggunakan informasi, mencantumkan sumber ketika menggunakan karya orang lain, tidak menyebarkan informasi yang bersifat pribadi.
Menjadi masyarakat pelopor digital dapat diupayakan dengan saling berkolaborasi antar pengguna media digital. Misalnya saling follow dan subscribe untuk saling memberikan dukungan sebagai pencipta konten, saling berinteraksi melalui kolom komentar.
“Yang perlu diingat adalah menggunakan bahasa yang baik, tidak mengandung isu SARA. Kolaborasi di ruang digital dapat dilakukan dengan menggunakan tanda pagar untuk menautkan informasi spesifik yang berkaitan dengan netiket. Memberikan like pada postingan yang positif dan inspiratif,” terangnya.
Praktisi community development Iwan Gunawan menambahkan bahwa masyarakat digital perlu memiliki kecakapan literasi digital sebagaimana telah terangkum dalam pilar literasi digital. Keempat pilar tersebut saling berkelindan, bahwa skill dan etika akan menciptakan pengguna media digital yang bertanggungjawab; etika dan budaya akan menghasilkan sinkronisasi sikap yang beradab; budaya dan keamanan akan menciptakan lingkungan digital yang harmonis, dan keamanan merupakan nilai korektif terhadap budaya, etika, dan skill.
“Masyarakat digital memahami bahwa bermedia harus dibarengi dengan kesadaran. Bahwa akun atau identitas digital merupakan aset atau media menyalurkan ide yang melahirkan branding atau citra dari ide yang disampaikan, kemudian dapat saling berkolaborasi yang menghasilkan intuisi,” jelas Iwan Gunawan.
Eksistensi digital skill ia jabarkan sebagaimana ajaran Ki Ageng Suryomentaram bahwa hidup ditentujan dunia luar atau tergantung bagaimana lingkungannya baik itu lingkungan eksternal maupun internal individu, digital skill mengajarkan kemandirian, mentransformasikan hal-hal yang dipelajari dalam hidupnya. (*)
Post a Comment