Bebas Berekspresi di Ruang Digital Bukan Bablas Tanpa Batas
Jepara - Platform digital menjadi medium untuk menyampaikan ekspresi, ruang digital yang karakternya bebas pun memberikan kesempatan akses yang mudah bagi siapa saja. Namun, kebebasan berekspresi di ruang digital bukan berarti bebas tanpa batas melainkan ada keterikatan aturan tertentu. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Jepara, jawa Tengah, dengan tema "Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital', Senin (22/11/2021).
Diskusi virtual dipandu oleh Mafin Rizqi (content creator) dan diisi oleh empat narasumber: Dinda Citra Azalia (Co-founder Viewture Creative Solution), Fakhriy Dinansyah (Co-founder Localin), Teguh Tamrin (Dosen Universitas Islam NU), Muhammad Mustafid (Sekretaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta), serta Dibyo Primus (Seniman) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi melalui perspektif empat pilar literasi digital yaitu digital skill, digital culture, digital safety, digital ethics.
Fakhriy Dinansyah (Co-founder Localin) mengatakan bahwa komposisi penduduk Indonesia didominasi oleh kelompok milenial dan generasi Z. Di era digital hari ini komposisi tersebut merupakan satu keuntungan tersendiri karena mereka adalah generasi yang sudah melek dengan penggunaan teknologi. Namun yang menjadi tantangan bagi milenial dan generasi Z di era digital adalah bagaimana mereka benar-benar memahami apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di ruang digital.
Ia mengatakan bahwa dalam bermediadigital mestinya diarahkan pada satu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, serta meningkatkan kualitas keamanan. Artinya ada hak-hak orang lain yang harus dihormati, ada etika yang menjadi batasan dalam berekspresi.
"Internet memang tanpa batas tapi ada yang membatasinya, salah satunya adalah etika. Ada tata krama di internet yang menyangkut batasan dan cara terbaik dalam memanfaatkan internet. Etika di dunia digital memaksa pengguna untuk berpikir rasional ketika bermedia," jelas Fakhriy Dinansyah kepada 200-an peserta webinar.
Internet hanyalah satu medium untuk berekspresi, berinteraksi, berbagi informasi. Maka dari itu dalam bermedia pengguna harus melakukannya dengan penuh kesadaran dan ada tujuan jelas, tidak tergoda melakukan hal tidak jujur misalnya plagiasi. Pengguna media digital juga harus siap bertanggung jawab pada apapun yang dilakukan, serta melakukan segala sesuatunya dengan niat kebajikan.
"Gunakan teknologi untuk saling berinteraksi untuk saling bertukar ide, berjejaring untuk membangun relasi positif. Ikut berpartisipasi menyebarkan konten-konten positif dan kreatif untuk menggerakkan lingkungan sekitar. Serta saling berkolaborasi untuk memecahkan masalah bersama, berinisiatif dan mendistribusikan informasi yang jujur, akurat, dan etis," terangnya.
Ruang digital yang bebas justru harus membuat pengguna agar waspada dan tidak terjerumus pada konten negatif. Membuat dan membagikan konten negatif, misalnya hoaks dan komentar bernada kebencian, merupakan pelanggaran etika bermedia sekaligus melanggar UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Teguh Tamrin (Dosen Universitas Islam NU) menambahkan bahwa kebebasan di ruang digital bukan berarti bablas. Bebas tidak berarti lepas dari keterikatan. Bebas merupakan hak asasi manusia paling dasar dimana masih adanya keterikatan terhadap aturan-aturan atau norma-norma tertentu.
Dalam Undang-Undang kebebasan berekspresi adalah untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas kebebasan orang lain dan memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum. Dalam konteks keindonesiaan kebebasan berekspresi hendaknya dilakukan dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
"Dalam berekspresi ada nilai cinta kasih dalam menghargai perbedaan, semua pengguna memiliki hak yang sama sehingga perlakuan kepada pengguna lain harus setara, mengutamakan nilai persatuan atau harmoni, menghargai hak demokrasi orang lain, serta saling bergotong royong menciptakan budaya digital yang nyaman bagi semua," jelas Teguh Tamrin. (*)
Post a Comment