Awas! Ada Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Ruang Digital
Semarang – Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender (gender based violence) yang didefinisikan sebagai tindakan yang menimbulkan kerusakan atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis.
”Kekerasan seksual juga termasuk ancaman dengan tindakan tertentu, pemaksaan, dan berbagai perampasan kebebasan,” ujar Yusuf Mars saat menjadi pembicara pada webinar literasi digital bertajuk ”Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (23/11/2021).
Yusuf Mars mengungkapkan, kekerasan seksual tidak hanya
dapat berupa kekerasan langsung (fisik), melainkan juga dapat berupa
kekerasan tidak langsung yang secara kultural dan struktural
disebabkan adanya stereotype tertentu terhadap korban.
”Oleh karena itu, kekerasan seksual dianggap sebagai salah satu
pelanggaran HAM yang paling sistematis dan meluas,” jelas Pemimpin Redaksi PadasukaTV itu kepada partisipan webinar.
Pada kesempatan tersebut, Yusuf juga menyebut selama pandemi kasus kekerasan seksual telah mengalami peningkatan. Komnas Perempuan mencatat pada lima bulan awal pertama di tahun 2020, sudah menerima
laporan sebanyak 461 kasus.
”Kekerasan seksual yang diadukan adalah kekerasan seksual berbasis gender siber (KBGS) yang dilakukan oleh mantan pacar, pacar, bahkan orang yang tidak dikenal dengan berbagai macam bentuk kekerasan,” tutur Yusuf Mars.
Sementara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta yang rilis pada 7 Januari 2021, lanjut Yusuf, menyebut sepanjang tahun 2020 terdapat 1.178 pengaduan yang dilaporkan dalam hal kasus kekerasan berbasis gender. Meningkat drastis dibandingkan dengan tahun 2019 yakni 794 pengaduan.
Menurut Yusuf, bentuk kekerasan seksual berbasis gender online salah satunya yakni kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi. Dalam kasus ini pelaku melakukan kekerasan seksual (pencabulan, penyiksaan seksual, perkosaan, eksploitasi tubuh seseorang) terhadap orang lain
melalui internet secara real time. Interaksi ini berbayar dan
eksklusif.
Bentuk lainnya, imbuh Yusuf, berupa penyebaran konten seksual. Tindakan ini berupa penyebaran foto, video, dan tangkapan layar percakapan antara pelaku dengan korban. Konten yang disebarkan
mengandung unsur intim dan pornografi korban.
Bentuk terakhir, yakni balas dendam dengan pornografi. Bentuk kekerasan ini melibatkan para pihak yang memiliki relasi intim. Pelaku menyebarluaskan konten intimnya dengan korban dalam rangka mencemarkan nama baik korban, membalas dendam, atau memperoleh keuntungan finansial.
Dengan mengenal bentuk-bentuk kekerasan seksual online, Yusuf berharap agar pengguna media digital lebih berhati-hati saat berada di ruang digital. Apabila mengalaminya, hendaknya korban tak segan untuk melaporkan pelaku ke aparat penegak hukum dengan menyertakan berkas bukti.
Berikutnya, Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Devi Andriyanti menambahkan, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, secara paksa,
bertentangan dengan kehendak seseorang.
Perbuatan itu, lanjut Devi, juga menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik.
Kekerasan dn pelecehan seksual di media digital, menurutnya Devi, bisa berupa tindakan intimidasi, godaan, mempermalukan, merendahkan, menghina, orang lain sehubungan dengan tubuh dan hasrat seksual
yang dilakukan melalui perantaraan media digital.
”Dengan kata lain, orang-orang yang melakukan rayuan, bujukan dan mengumbar hasrat seksual memakai media digital, baik pada perempuan atapun terhadap laki-laki,” pungkas Devi Andriyanti.
Dipandu moderator Anneke Liu, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Luqman Hakim (content writer Kaliopak.com), Mia Angelina (Head of Communication Department Bina Nusantara University), dan Reni risty (presenter cahaya pagi Trans7) selaku key opinion leader (*)
Post a Comment