Antisipasi Diri Agar Tak Menjadi Bagian Pelaku Kejahatan Digital
SEMARANG : Tantangan etika di ruang digital begitu beragam dan mesti dilalui para pengguna baik dari pemula maupun yang sudah terbiasa.
"Ruang digital adalah realitas baru yang seharusnya tidak merubah seseorang menjadi berbeda dari realitas dunia nyata," kata media planner Ceritasantri.id Aina Masrurin saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Menjadi Netizen Cerdas, Pahlawan Digital Masa Kini" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/11/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Aina mengatakan disrupsi teknologi digital yang berlangsung dengan sangat pesat saat ini mempengaruhi tatanan perilaku masyarakat. Hal ini diperparah rendahnya literasi digital yang akhirnya menyebabkan orang ter-disrupsi sehingga lebih mudah melakukan hal-hal yang negatif.
"Orang merasa aman berbuat kejahatan di ruang digital karena merasa bisa bersembunyi di balik layar gadget, ini memicu tingginya gangguan ruang medsos di Indonesia," kata dia.
Aina mencontohkan gangguan medsos yang paling terasa apalagi jika bukan meningkatkan penyebaran hoaks dari waktu ke waktu.
"Konten sensitif, pesan provokasi dan ujaran kebencian yang bisa menimbulkan konflik makin dengan gampangnya dibagikan tanpa berpikir dampak panjangnya," kata Aina.
Narasumber lain webinar itu, Zainuddin Muda Z. Monggilo selaku dosen Universitas Gadjah Mada mengatakan tantangan sekaligus ancamam ancaman terbesar ruang digital salah satunya konten radikal yang menyasar kaum milenial.
"Milenial amat rentan terpapar paham radikalisme dan penelitian menunjukkan perempuan lebih mudah terpengaruh dibanding laki-laki," kata dia.
Zainuddin lantas merujuk data yang dilansir Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berdasar hasil survei nasional tentang potensi radikalisme tahun 2020 silam. Hasilnya cukup mengejutkan karena 85 persen generasi milenial rentan terpapar faham radikal.
Dari hasil survei itu, pengguna digital pun diingatkan untuk mewaspadai pergerakan spread of radicalisation di dunia maya. Sebab generasi milenial yang mengakses internet ibarat masuk ke hutan belantara misalnya saat mencari konten keagamaan ternyata malah terjerumus narasi radikal dan intoleran.
Zainuddin lantas mendorong perlunya berbagai pihak menumbuhkan wawasan kebangsaan nasionalisme dalam bingkai bahwa nasionalisme dan agama tidak berseberangan.
"Tetapi saling mengisi dan melengkapi satu sama lainnya. Pancasila sesungguhnya landasan utama yang menguatkan NKRI walau berbeda-beda kepercayaan dan keyakinan, namun spiritnya nasionalisme religius," kata dia.
Zainuddin mencontohkan semangat mendorong wawasan kebangsaan misalnya menonton film edukasi, mengunjungi museum mengenalkan cerita rakyat, memainkan permainan tradisional, hingga menikmati kuliner Indonesia.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber lain seperti entrepeneur Widiasmorojati, staf ahli DPR Sudarman, serta dimoderatori Bella Ashari dan Kevin Beneddict selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment