Anggota DPD RI Cholid Mahmud Terima Banyak Keluhan dari Pengelola Rumah Sakit
WARTAJOGJA.ID – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI daerah pemilihan DIY, Cholid Mahmud, menerima beragam aspirasi dari masyarakat DIY berupa keluhan, saran, maupun masukan, salah satunya berasal dari pengelola rumah sakit di provinsi ini. Munculnya regulasi baru justru menjadi masalah bagi rumah sakit.
“Banyak pertanyaan ke depan pengelolaan rumah sakit aturannya bagaimana,” ujarnya kepada wartawan, Senin (1/11/2021), di RM Suharti Gedongkuning Yogyakarta, saat memaparkan hasil resesnya selama 20 hari pada 9-28 Oktober 2021 di lima kabupaten/kota se-DIY.
Dari 18 kali kegiatan jaring aspirasi, Cholid menjelaskan, masalah kesehatan sangat mengusik ketika dirinya mengundang pemangku kepentingan kesehatan RSUD se-DIY, Dinas Kesehatan se-DIY, BPJS Kesehatan maupun Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI). Inti dari permasalahan itu adalah implementasi Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit maupun PP No 47 Tahun 2021 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
“Dari diskusi itu dihasilkan beberapa rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti untuk perbaikan UU Kesehatan karena faktanya isi di dalam PP tersebut berbeda dengan undang-undang,” kata Cholid.
Dijelaskan, perbedaan menonjol dari dua aturan tersebut adalah tentang pengklasifikasian rumah sakit. Di dalam UU No 4 Tahun 2009 diatur rumah sakit tipe A, B, C dan D berdasarkan kewenangan memberikan pelayanan kesehatan spesialistik dan subspesialistik.
Tipe A yang paling, lanjut dia, punya kewenangan menyelenggarakan pelayanan empat spesialis dasar, lima penunjang medik spesialis, 12 spesialis lain selain dasar dan 13 subspesialis. Bandingkan dengan rumah sakit tipe D atau yang paling rendah, hanya berkewenangan menyelenggarakan layanan dua spesialis dasar.
Adapun di dalam aturan baru PP No 47 Tahun 2021 klasifikasi tipe A, B, C dan D tidak lagi digradasi berdasarkan kewenangan memberikan pelayanan spesialistik dan subspesialistik tetapi digradasi hanya dengan penyediaan jumlah tempat tidur.
Cholid menyatakan rumah sakit tipe A jumlah tempat tidurnya minimal 250 sedangkan tipe D adalah rumah sakit yang jumlah tempat tidurnya minimal 50. Sementara penyediaan layanan spesialistik dan subspesialistik boleh diselenggarakan oleh semua rumah sakit dari semua tipe.
“Bagi penyelenggara rumah sakit khususnya tipe A dan B aturan baru ini dirasakan bermasalah. Kunjungan ke rumah sakit tipe B sangat turun. Rawat jalan juga turun karena dikaitkan dengan aturan JKN yang menerapkan sistem rujukan berjenjang biasanya harus dari kelas C dan D dulu dan tidak bisa langsung ke kelas B,” paparnya seraya menambahkan sejak adanya omnibus law pendirian rumah sakit dengan modal asing diperbolehkan.
Menurut Cholid, pada pertemuan tersebut juga sempat muncul aspirasi agar Puskesmas diatur secara khusus terpisah dari aturan rumah sakit. Alasannya, Puskesmas dan RS sama-sama memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan namun berbeda dalam hal wilayah kerja. “Puskesmas mempunyai wilayah kerja sedangkan rumah sakit tidak,” ungkapnya.
Selain masalah kesehatan, Cholid Mahmud juga menerima masukan dari masyarakat yang ingin segera dilaksanakan pembelajaran tatap muka mengingat pembelajaran online berdampak negatif terhadap peserta didik.
Tak hanya itu, mantan anggota DPRD DIY ini juga menerima aspirasi terkait nasib kesejahteraan pendidik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) serta masalah ketenagakerjaan terutama nasib pekerja outsourcing. (Cak/Rls)
Post a Comment