Transformasi Digital, Bikin Rendang Berlimpah Rezeki, Bukan Menebar Benci
Pekalongan: Ekonom sosial kondang Abraham Maslow pernah menguraikan hierarki kebutuhan manusia. Jika kebutuhan fisiologi seperti sandang dan pangan telah terpenuhi, maka akan muncul jenjang kebutuhan berikutnya, yang dimulai dari kebutuhan terhadap rasa aman, dan seterusnya. Kalau pada masa kini, bukan mustahil ada kebutuhan terkait jaringan internet. Sesudahnya, muncul lagi kebutuhan eksistensi yakni dengan berekspresi di media.
Pada masa lalu, di era media cetak konvensional, kalau kita pengin menyalurkan ekspresi dan eksistensi agar makin dikenal, kita kirim artikel opini atau cerita perjalanan atau tips unik ciptaan kita ke media agar dimuat, syukur dengan dipasang foto kita. Tapi kita mesti antre di redaksi, bahkan sering ditolak oleh redaksi koran maupun majalah.
Kini, di era digital, semua berubah seratus delapan puluh derajat. Kita sudah menjadi prosumer, produsen dan sekaligus konsumen, atas berita di media sosial. Di era digital, kalau kita ingin berekspresi dan berbagi pemikiran aktual, sikap kritis atas suatu dinamika masalah aktual, berbagi cerita atau panduan wisata, tak perlu lagi antre mengirim tulisan ke redaksi majalah dan koran. Kita tulis dan tayangkan sendiri di akun media sosial kita, bisa Facebook, Instagram atau berbagi video di Tiktok.
”Bedanya, kini kita mesti bertanggung jawab sendiri atas isi konten dan artikel yang kita bagikan. Kelebihannya, bisa langsung tayang dan dibaca lebih banyak pembaca. Tapi kesalahan akurasi artikel, kalau ada yang komplain, bakal menimpa dan menjadi tanggung jawab Anda sebagai penulis atau pembuat konten,” ujar Siska Sasmita, dosen Universitas Negeri Padang, saat tampil dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kota Pekalongan, 8 Juli 2021.
Siska menambahkan, transformasi digital, buat yang jeli dan kreatif, bisa membuat hidup makin menyenangkan. Kata Siska, dulu kalau ia memasak rendang paling banter bisa dinikmati atau dijual ke teman-teman di seputar kampung nagari atau kota Padang saja. Tapi kini, kalau ia menawarkan rendang di Instagram dan Tiktok, bisa jadi teman dan orang dari Jawa, Sulawesi bahkan Australia bisa ikutan pesan minta dikirim.
”Transfer pesanan bisa dilakukan dengan beragam cara, bayar online dan dikirim dengan beragam biro paket cepat, baik di dalam negeri maupun luar negeri mudah direalisasi. Rendang sampai luar negeri bukan mimpi lagi di era digital,” lanjut Siska yang juga aktivis Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi).
Namun, Siska berpesan, jangan manfaatkan transformasi digital sebagai media penyebar benci ke seluruh negeri. Karena, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 19 tahun 2016 sudah siap menjerat kecerobohan Anda. ”Kalau itu terjadi, ancaman pidananya penjara dan denda berat. Dan, itu terjadi di dunia nyata, bukan dunia digital yang dikira maya. Jadi tetaplah kita waspada memanfaatkan dan bijak memilih langkah dalam berinteraksi di media sosial,” tuturnya.
Siska antusias mengupas diskusi berjudul ”Dua Sisi Koin Perubahan Sosial dalam Transformasi Digital”, yang diikuti ratusan peserta di seputar Pekalongan dan pantura secara daring dari rumah, toko atau kantornya. Dipandu oleh moderator Zacky Achmad dan key opinion leader musisi Nania Yusuf, tampil pula tiga pembicara lain: Abdul Halim (redaktur Islamsantun.org), Jota Eko Hapsoro (CEO Jogjania.com), dan Rahmat Afian Pranowo (fasilitator nasional Kaizen Room).
Menurut Jota Eko Hapsoro, yang perlu diperbaiki adalah pola pikir yang mengkhawatirkan kalau transformasi digital, khususnya dengan kemajuan teknologi Artificial Inteligence (AI), bakal mengambil alih pekerjaan konvensional manusia. ”Sebab, hadirnya AI justru bakal memaksimalkan kualitas kerja manusia,” kata Jota.
Di luar itu, lanjut Jota, transformasi digital bahkan banyak memunculkan pekerjaan dan peluang baru bagi yang mau menekuninya. Mulai dari membuat gim online dengan karakter lokal, beragam kreator konten, hingga web desainer yang banyak dibutuhkan start up yang ingin go digital. ”Selain itu, akan ada ribuan pekerjaan baru yang bakal dibayar mahal di masa datang dan mulai tampak sekarang,” papar Jota.
Kalau pun kini mau jadi penulis di medsos, Rahmat Alfian Pranowo menimpali, meski bebas dan bisa langsung tayang, namun akurasi informasi harus sangat dijaga. Kalau pun bukan berdasar keahlian yang dipelajari, atau kalau pun menggunakan bahan artikel atau foto atau karya orang, maka jagalah hak ciptanya.
”Cantumkan hak cipta dalam sumber yang akuntabel. Jangan menjiplak karya orang di konten atau artikel kita yang akan memicu tuntutan hukum. Jangan sembrono, karena hukumnya, juga denda yang mengancam, sangat serius. Waspadalah,” pungkas Rahmat Alfian mewanti-wanti. (*)
Post a Comment