Tiga ragam hak digital pengguna internet. Apa saja?
Cilacap: Ketua LPPM UNU Yogyakarta Muhammad Mustafid mengungkapkan, perkembangan teknologi di era digital berjalan dan berkembang begitu pesat. Semua serba terkoneksi, mudah, dan instan. Tak heran, hal ini menyebabkan manusia memiliki gaya hidup baru dengan teknologi-teknologi canggih yang mendukung di segala aktivitas kehidupannya.
“Di era kebebasan digital ini pengguna internet patut memahami tiga ragam hak digital,” kata Mustafid saat berbicara dalam webinar literasi digital bertema ”Bebas dan Terbatas Berekspresi di Dunia Digital” yang digelar untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (30/6/2021).
Mustafid lalu membeberkan tiga jenis ragam hak digital itu. Merujuk data SAFEnet pada 2018, hak-hak digital ini meliputi hak untuk mengakses internet, hak untuk berekspresi, dan hak atas rasa aman di ranah digital.
Dari sisi ketersediaan akses, sebenarnya penetrasi internet di Indonesia terus meningkat. Hingga kuartal kedua 2020 jumlah pengguna internet Indonesia mencapai 196,7 juta orang. Meningkat menjadi 73,7%, dari 64,8% pada 2018-2019 (APJII, 2020).
Sumber lain menyebut pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta orang dengan persentase sama, 73,7%. Akses dari perangkat bergerak (mobile) mencapai 345,3 juta atau 125,6%. Ini berarti tiap satu orang di Indonesia memiliki 1 -2 perangkat bergerak.
Pengguna media sosial di Indonesia juga terus meningkat. Hingga awal tahun ini terdapat 170 juta pengguna, meningkat 6,3% dibanding setahun sebelumnya. YouTube merupakan platform yang paling banyak diakses di kalangan 181,9 juta pengguna berusia 16-64 tahun di Indonesia, yaitu 93,8% atau lebih dari 170 juta pengguna. Setelah itu WhatsApp (87,7%), Instagram (86,6%), Facebook (85,5%), dan Twitter (63,6%).
“Sedangkan terkait hak berekspresi menyangkut jaminan atas keberagaman konten, bebas menyatakan pendapat, dan penggunaan internet dalam menggerakkan masyarakat sipil,” kata Mustafid dalam dialog virtual yang digelar Kementerian Kominfo bersama Debindo itu.
Adapun hak untuk merasa aman, sebagai bagian dari hak digital, Mustafid mengatakan, ini menyangkut soal kebebasan perangkat dari penyadapan massal dan pemantauan tanpa landasan hukum.
“Hak merasa aman ini juga soal perlindungan atas privasi, hingga aman dari penyerangan daring,” kata dia dalam webinar yang dipandu presenter Fernand Tampubolon sebagai moderator itu.
Webinar kali ini juga dihadiri narasumber lain seperti Nyarwi Ahmad (dosen Fisipol UGM), Dahlia (dosen STAI Al Husein), Isharsono (praktisi digital marketing), dan Sisca Septiyani (presenter) sebagai key opinion leader.
Dalam paparannya, Isharsono menguraikan cara untuk mengukur kebebasan berekspresi agar tidak kebablasan dan mengetahui batasannya. “Kebebasan berekspresi itu akan menemui batasan dari moral, etika dan hak orang lain,” ujarnya.
Isharsono mencontohkan ruang digital memungkinkan orang bebas berkarya. Namun tak bisa serta merta karyanya itu diklaim menjadi hasil karyanya jika ternyata hasil dari mencomot ide orang lain.
“Semua harus orisinil, tapi itu tidak mungkin, akhirnya memakai atau memodifikasi karya orang lain. Jadi hati-hatilah terhadap hak orang lain,” ucap Isharyono, menutup paparan.
Untuk diketahui, di wilayah Kabupaten Cilacap, Kementerian Kominfo akan menyelenggarakan berbagai kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Masyarakat dapat bergabung sebagai peserta dan terus memperoleh berbagai materi pelatihan literasi digital di akun media sosial @siberkreasi
Post a Comment