Teknologi bisa jadi perusak sendi kehidupan, peredamnya pancasila
Pemalang : Dunia digital sebagai fenomena budaya baru seringkali menjebak penggunanya pada distorsi informasi sehingga mereduksi nilai-nilai kemanusiaan.
“Agar aman dari konflik nilai itu, saat berselancar di dunia digital penting ditumbuhkan sikap demokrasi yang santun di ruang digital dengan tetap berjangkar di akar kebudayaan Indonesia,” ujar Budayawan & Founder Langgar.co Irfan Afifi saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Berdemokrasi Yang Santun Di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Selasa (21/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Irfan menyebut tanpa kecakapan yang benar dan bertanggung jawab, teknologi digital bisa menjadi faktor perusak sendi-sendi demokrasi bangsa dan karakter manusianya. Misalnya fenomena kecanduan media sosial.
Bagi masyarakat Indonesia, tutur Irfan, konsep demokrasi ruang digital sebenarnya telah lengkap terjabarkan secara tersirat dan terangkum dalam nilai-nilai Pancasila. Ia pun mengajak menelaah dan menghayati kembali dasar-dasar demokrasi tersebut.
Dimulai dari Sila 1 Ketuhanan yang Maha Esa, ujar Irfan, jelas mengajak pengguna menjunjung tinggi sikap saling menghargai menghormati merasakan dan melindungi satu sama lain di ruang digital. Adapun dari Sila 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengajak pengguna digital bisa bersikap adil kepada diri sendiri dan kepada orang lain. “Ini merupakan kunci untuk saling menghargai, menghormati, merasakan perasaannya orang lain dan harus kita geret masuk di ruang digital sebagai pengikat persaudaraan di antara manusia Indonesia,” Irfan menjelaskan.
Lalu dari sila 3 Persatuan Indonesia mengajak pengguna digital senantiasa mau mendorong dan mengarahkan kepada sikap persaudaraan antara manusia dengan latar belakang apapun. Kemudian sila 4 Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mengajarkan pengguna digital bahwa hikmat dan kebijaksanaan adalah pandu utama dalam sikap demokrasi antar warga digital.
“Jadi bukan lagi benar dan salah, baik dan buruk orientasinya, namun kesepakatan dalam perbedaan menjadi tujuannya,” ujar Irfan.
Adapun sila 5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia bercerita tentang sejak berdirinya negara ini budaya asli nusantara adalah budaya gotong royong. Untuk mencapai keadilan sosial artinya memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi segenap tumpah darah Indonesia untuk bisa bereksperimen di ruang digital tanpa ada paksaan dan gangguan sedikit pun.
“Nilai-nilai Pancasila inilah yang harus kita dorong tumbuh dalam dunia digital,” tegas Irfan.
Narasumber lain webinar itu, pegiat literasi komunitas Al Faried menuturkan, dengan makin bebasnya akses ke berbagai platform saat ini, diharapkan tidak abai soal cybersecurity.
” Cybersecurity berfungsi melakukan pengamanan terhadap sumber daya digital yang kita miliki untuk mengantisipasi terjadinya cybercrime,” kata Al Faried, seraya menyebut ada sejumlah pilar cybersecurity. Yakni di lingkup pemerintahan, kebijakan, pelayanan dan proses-proses kerja.
Cybersecurity, ujar Al Faried, bukan lagi kebutuhan baru di era digital namun telah menjadi hal krusial. Ini berkaitan dengan terus berkembangnya ancaman aktif berbagai modus mulai dari pencurian data, penggunaan sistem secara ilegal, penghancuran data secara ilegal, dan modifikasi sistem secara ilegal.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Cokorde Istri Dian Laksmi (dosen Universitas Ngurah Rai Indonesia), M. Ali Basarah (Ketua PWI Pemalang) serta dimoderatori Nabila Nadjib juga Ayu Rahmah selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment