Tantangan Berat Membiasakan Membaca di Tengah Mudahnya Informasi
JEPARA : Dosen HI Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Septyanto Galan Prakoso menuturkan perbedaan minat membaca dan bermedia sosial di Indonesia cukup memprihatinkan saat ini.
“Ironis, meski minat baca buku termasuk terendah dunia tapi data we are sosial per Januari 2017 mengungkapkan orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari,” kata Septyanto saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Bangkitkan Budaya Membaca Generasi Muda di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (6/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti 300-an peserta itu, Septyanto pun menuturkan dengan kondisi itu maka tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan kelima dunia. Temuan yang ada, Jakarta ditetapkan sebagai kota paling cerewet di dunia maya karena sepanjang hari ini aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di ibukota Indonesia ini paling padat melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini berdasarkan hasil riset sebuah lembaga independen di Paris.
Salah satu temuannya Jakarta tercatat paling cerewet menuangkan segala bentuk uneg-uneg lebih dari 10 juta setiap hari di twitter, adapun peringkat dunia kota terceweret kedua ialah Tokyo menyusul London, New York dan Sao Paulo dan Bandung masuk ke jajaran kota teraktif di Twitter di posisi enam.
“Dengan demikian Indonesia memiliki rekor dua kota yang masuk dalam daftar riset tersebut. Coba saya bayangkan dengan ilmu minimalis : malas baca buku tapi sangat betah menatap layar gadget berjam-jam ditambah paling cerewet di media sosial, maka jangan heran jika Indonesia sasaran empuk untuk info provokasi hoaks dan fitnah,” kata dia.
Orang Indonesia punya kecepatan jari untuk langsung like dan share, bahkan melebihi kecepatan otak padahal informasinya belum tentu benar, provokasi dan memecah belah NKRI.
Narasumber lain Murniandhany Ayusari selaku penulis konten Jaring Pasar Nusantara menuturkan menurut sejumlah data tentang literasi menunjukkan bahwa minat baca Indonesia menempati level bawah di antara negara lainnya di dunia. UNESCO misalnya menyatakan minat baca masyarakat Indonesia dinilai memprihatinkan dengan presentasi 0,001 persen.
Sedang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) data dari survei 3 tahun juga mencatat bahwa tingkat minat baca anak-anak di Indonesia hanya 17,66 persen, sementara minat menonton mencapai 91,67 persen.
“Keinginan membaca bisa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal,” katanya.
Faktor internal itu dapat berupa intelegensi atau minat sikap bakat, motivasi, tujuan membaca dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana, berat, mudah, sulit) dan faktor lingkungan atau faktor latar belakang sosial ekonomi serta kebiasaan dan tradisi membaca.
“Ayo bangun kembali budaya baca dari keluarga, praktisi pendidikan untuk generasi muda,” kata Murni.
Untuk membangun budaya baca dengan disiplin memiliki waktu untuk membaca apapun yang dibaca dan pahami. Bisa juga diselingi bahan bacaan baik pendidikan dan non pendidikan untuk menunjang keterampilan yang lain.
“Seringlah membaca dengan keluarga atau melalui aktivitas lainnya, jika perlu berkunjunglah ke perpustakaan atau ke cafe agar tidak jenuh di satu tempat saja,” kata dia.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Penggiat literasi media Heru Prasetia, penulis lepas Aditia Purnomo serta dimoderatori Zacky Ahmad juga Putri Juniawan selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment