Tangkal Beragam Ideologi Transnasional dengan Literasi Digital yang Bijak dan Kritis
Semarang: Banjirnya berjuta informasi tak terbendung di medsos, tak terkecuali hadirnya beragam ideologi transnasional yang membawa pesan terorisme, radikalisme, dan paham lain yang berpeluang memecah belah keutuhan bangsa kita sangat memprihatinkan Presiden Joko Widodo.
Dalam kanal YouTube resmi Sekretariat Kepresidenan, Jokowi menyampaikan keprihatinan itu. ”Kecepatan ekspansi ideologi transnasional radikal semakin bisa melebihi batas normal ketika bertemu disrupsi teknologi. Terlebih di era revolusi industri 4.0, sudah menyebar secara masif dengan teknologi 5G. Ini mesti dilawan dengan beragam upaya, termasuk membanjiri dengan konten ideologi yang positif,” kata Jokowi.
Indonesia sasaran yang tak terlewatkan. Sampai Agustus 2021, Densus Anti Terorisme menangkap 48 terduga teroris yang umumnya kaum muda dari beragam provinsi: Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatra Utara. Tujuh orang terakhir, menurut Kabag Penum Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan, berasal dari Jamaah Islamiyah, satu jaringan ideologis teroris kuat dunia.
Fakta itu menunjukkan, kata Yusuf Mars, seorang social media specialit, generasi muda kita yang dikenal sebagai kaum milenial yang berkecakapan digital makin berisiko terpapar paham ideologi teroris dan radikal dari medsos yang diaksesnya. Sebab, ada kecenderungan kaum muda dalam mengakses informasi kurang terbiasa mencari sumber pembanding. Mericek dengan aplikasi cek fakta, dan cenderung mudah mencerna, karena didapat atau di-share dari orang dekat dan ia percaya.
”Ini kelemahan yang memudahkan ideologi tersebut disebar melalui beragam aplikasi medsos di ruang digital,” papar Yusuf Mars, yang juga pengelola Padasuka TV, saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi igital : Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Semarang, Kamis, 28 Oktober 2021.
Mengupas topik menarik: ”Media Sosial sebagai Sarana Siswa dalam Meningkatkan Toleransi dan Demokrasi”, dibuka dengan keynote speech Presiden Jokowi, juga Gubernur Jateng Ganjar Pranowo serta Wali Kota Semarang Hendar Priadi, dan diikuti 500-an peserta secara daring dari seputar Kota Semarang.
Dipandu moderator Dhimas Satria dan key opinion leader, seorang kreator konten Reynaldi, hadir pula tiga pembicara lain, yakni: Krisno Wibowo, pemred media online kabarkampus.com; Muhamad Fadlulah, konsultan IT; dan Adetya Ilham, entrepreneur yang juga penggiat literasi digital.
Dalam paparannya, Krisno Wibowo antara lain menyampaikan, guru sangat berperan dalam membimbing siswa untuk tidak memburu kebenaran semu dari tokoh palsu. Karenanya, ia mengimbau untuk mencegah pemujaan tokoh fiktif dan mungkin palsu di medsos. ”Tokoh yang dengan akun anonimousnya menyebarkan beragam paham dan ideologi yang menarik, sehingga siswa menjadikan dirinya pengagum ajaran-ajaran berbahaya yang mereka sebar lewat beragam konten di medsos,” pesan Krisno Wibowo.
Narasumber Adetya Ilham ikut menimpali. Katanya, hindarkan juga siswa dari sampah-sampah informasi yang pesannya mengkritik membawa ajaran demokrasi, tetapi dibangun tanpa data dan solusi. Sekadar menyalurkan kebencian pengkritik pada tokoh atau pimpinan yang dikritiknya.
”Kuncinya, peran guru sangat diharapkan menjadi garda depan dalam memilah dan memilih informasi yang menangkal siswa dari risiko terpapar penyebaran ideologi transnasional. Tentu dengan memperkuat kecakapan digital dan semakin kritis serta bijak dalam proses pembelajaran di sekolah,” ujar Adetya Ilham, di pengujung webinar. (*)
Post a Comment