Santri Berdikari, Cakap dan Aman di Era Digital
Banyumas - Sekolah dengan pertemuan tatap muka (PTM) kembali menggeliat setelah hampir dua tahun dilakukan secara daring akibat pandemi Covid-19. Evi Sopandi dari Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama RI menyoroti pendidikan santri di era digital saat mengisi webinar literasi digital yang diselenggarakan Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Banyumas, Sabtu (23/10/2012).
Dalam diskusi virtual bertema "Santri Siaga, Jiwa Raga Era Digital", Evi Sopandi mengatakan bahwa pesantren dan santri adalah dua elemen penting tak terpisahkan sebagai bagian dari kelembagaan pendidikan asli Indonesia. Keberadaan pesantren berkontribusi penting dalam kehidupan masyarakat terutama dalam memenuhi kebutuhan pendidikan keagamaan.
Pesantren memiliki ciri khas dalam menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan oleh sebab itu pesantren bersifat (asli) Indonesia. Pesantren mampu berdikari, mengelola sumber daya manusia (santri), dan tata kelola secara mandiri.
Dalam pendidikan di era digital ini penting untuk meningkatkan kecakapan dan mengembangkan literasi digital kepada para santri. Kecakapan digital yang mesti dikuasai santri di antaranya adalah kemampuan mengakses perangkat digital beserta sistem operasinya.
"Memenuhi kebutuhan informasi, santri juga harus mampu menyeleksi dan memahami informasi kemudian kemampuan menganalisa untuk melihat plus dan minusnya. Kemampuan verifikasi dengan melakukan verifikasi silang dengan informasi sejenis, dan kemampuan mengevaluasi dengan mempertimbangkan mitigasi risiko sebelum didistribusikan," terang Evi Sopandi.
Lebih dari itu dalam memproduksi informasi harus disusun secara jelas, akurat, dan berdasarkan etika. Santri didorong berperan aktif dalam berbagi informasi yang baik dan etis melalui media sosial maupun kegiatan komunikasi daring lainnya. Pun santri didorong untuk berkolaborasi mendistribusikan informasi yang jujur, akurat, dan etis.
"Kecakapan digital di kalangan santri dalam arena digital dapat dimanfaatkan sebagai alat mempertahankan identitas bangsa, berkemanusiaan, berketuhanan, bergotong royong, berkeadilan, dan citra positif lainnya," ujar Evi Sopandi.
Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI menambahkan tingginya pengguna internet Indonesia dan aktivitas memberikan tantangan tersendiri. Di antaranya masih rendahnya kecakapan digital masyarakat, maraknya konten negatif, kejahatan digital meningkat karena rendahnya pemahaman budaya digital, rapuhnya keamanan digital berpotensi kebocoran data dan penipuan.
Berkaca pada realitas tersebut, pemahaman terhadap keamanan digital menjadi penting karena sebagian besar aktivitas dan kebutuhan sudah bergantung pada teknologi. Keamanan digital adalah kemampuan dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu hal yang harus diwaspadai ketika beraktivitas di ruang digital adalah potensi penipuan digital yang motifnya sangat beragam. Mulai dari salah kirim pulsa atau transfer uang, informasi lowongan pekerjaan, hingga investasi, dan kredit murah. Modus atau cara operasinya pun juga beragam. Dimulai dari pencurian data, penipuan melalui harga diskon, mengatasnamakan instansi tertentu, dan pengiriman barang transaksi yang tidak sesuai.
"Sebagai warga digital kita harus siaga menghadapi potensi penipuan. Agar terhindar dari modus penipuan, jagalah informasi pribadi dan data pribadi dengan tidak mudah membagikannya kepada orang lain. Jangan mudah tergiur, pikirkan sebelum menerima sebuah permintaan, pikirkan dulu sebelum mengirim sesuatu, dan pikirkan dulu sebelum membagikan sesuatu. Percaya hanya pada informasi dari situs terpercaya," pesannya. (*)
Post a Comment