Ruang Digital Sebagai Penguat Toleransi dan Demokrasi
BLORA: Ketika demokrasi dan toleransi berjalan baik di ruang digital artinya saat itu sudah tercipta kehidupan harmonis pada masyarakat digital kita.
"Toleransi dan demokrasi yang seimbang ini, akan berpengaruh langsung terhadap mental tiap pengguna digital, di mana setiap individu kemudian terdorong menciptakan konten positif," kata Mathori Brilian, aktor dan budayawan digital Kali Opak saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Tantangan dan Strategi Meningkatkan Toleransi Masyarakat di dunia Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Blora Jawa Tengah, Selasa (12/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti hampir 500 lebih peserta itu, Mathori mengatakan berjalan baiknya toleransi dan demokrasi di ruang digital berguna untuk memperbaiki landasan bermasyarakat digital kita.
"Tentu saja untuk cita-cita ini perlu kolaborasi dari berbagai lini masyarakat karena setiap unsur penting agar bisa saling memberi pengaruh yang berorientasi pada kreativitas memupuk dan memelihara toleransi serta demokrasi itu," tegasnya.
Mathori menambahkan setiap pengguna digital perlu menanamkan cinta dan cita-cita pada setiap aktivitas digitalnya. Hal ini penting karena kebaikan memang harus dimulai dari niatnya.
"Fokuskan dan tekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat terhadap kehidupan digital karena akan saling memberikan pengaruh antara aktivitas berselancar dunia digital dengan kehidupan kita secara nyata," tegasnya.
Menurut Mathori, bisa dimulai juga dengan menanamkan cinta sesama atau pengguna digital lainnya. Ini menjadi penting untuk memberi ikatan pada perilaku toleransi dan demokrasi.
Mathori menuturkan agar pengguna digital tidak melupakan unsur-unsur penting dari kemajuan digital saat ini. Misalnya orang terus berproduksi sampai lupa menjaga ketenangan hati dan emosinya. Orang sangat rajin berjejaring di dunia virtual namun dengan lingkungan terdekat malah tak saling mengenal.
"Banyak pula yang menimba ilmu, tapi tidak dibarengi memperbaiki akhlak perilakunya. Orang kini makin banyak melihat tontonan tapi tak dapat dijadikan pedoman dan tuntunan bahkan betah menghadap layar maya hingga malas bersujud pada yang kuasa," katanya.
Narasumber lain webinar itu, Wisnu Martha Adiputra selaku dosen Fisipol UGM mengatakan tantangan dan strategi saat ini demi meningkatkan toleransi masyarakat di ruang digital cukup beragam.
"Tantangan toleransi dan demokrasi ini harus dipecahkan bersama-sama dan dilakukan berbagai pihak karena kondisi terkini perkembangan masyarakat, baik sistem politik, perkembangan masyarakat yang sudah sangat begitu maju dengan sistem politik yang makin demokratis," kata Wisnu.
Sedangkan narasumber lain pengamat kebijakan publik digital Razi Sabardi mengatakan proteksi perangkat digital di era ini sangat penting untuk perlindungan yang bertujuan untuk melatih kepekaan pengguna menghindari ancaman seperti malware.
Malware sendiri perangkat lunak yang dirancang untuk mengontrol perangkat secara diam-diam bisa mencuri informasi pribadi milik kita atau uang dari pemilik perangkat
"Jadi pemahaman mengenai proteksi perangkat digital harus dimiliki oleh pengguna perangkat seperti telepon pintar tablet dan komputer karena aktivitas penggunaan perangkat tersebut sangat rentan dan memiliki banyak risiko yang bisa terjadi di kemudian hari," kata Razi.
Razi mengatakan sebagai pengguna platform digital kita pasti menyimpan dan mengelola identitas digital dan data pribadi ke dalam platform tersebut. Persoalannya perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi ini masih menjadi persoalan.
"Apalagi belum semua negara termasuk Indonesia mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan data pribadi supaya hak warga negara di dunia digital ini bisa dijamin aspek hukumnya," katanya.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber dosen UGM Budi Sudiarso, serta dimoderatori Bobby Aulia juga Adinda Daffy selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment