Pikir Dua Kali Sebelum Posting atau Stop di Jempolmu
Jepara: Kalau dengar ada diskon atau harga runtuh di masa promo, yang nyaris tiap bulan digelar di beberapa e-commerce, tidak peduli emak-emak atau bapak-bapak langsung suka panas. Dan, kalau panas, jempolnya sering mengalahkan panas kepalanya yang pengin segera beli di e-commerce yang lagi promo.
Sering kejadian, mereka kurang membaca postingan spek barang yang ditawarkan dan hanya fokus pada diskon yang biasanya mencapai 70 persen ditambah 10 persen. ”Belum lama, ada mas-mas yang posting di akun instagram bersama tenda mini, mirip tenda kucing yang dibeli saat diskon besar dengan kecewa. Barang yang datang jauh dari harapan. Dan, saat lihat postingan itu saya hanya berpesan, itu bukan salah tendanya, tapi si Mas yang kurang baca teliti promonya,” cerita Danik Iswardani Witarti PhD, dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur, saat berbicara dalam webinar literasi digital gelaran Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Jepara, 5 Oktober 2021.
Zainal Abidin, pembicara asli Jepara, punya pesan khusus buat peserta sesama wong Jepara. Zainal pesan serius akan pentingnya hal yang harus diperhatikan saat bertransaksi online di marketplace: jangan sembarang sebar data pribadi. Kata Zainal, banyak berulang kasus di Jepara, foto produk dan nomor handphone dipishing penipu dan digunakan untuk nimbrung transaksi dengan mengaku penjual dari Jepara.
”Banyak yang jadi korban. Pembeli yang minat terhadap mebel yang diposting, transfer pesanan mebel ukir sampai puluhan juta, tapi mebel tak pernah dikirim. Saran saya, sebelum transfer biasakan telepon atau bisa videocall, minta tampilkan update mebel yang dipesan kondisinya. Kalau semua jelas, baru transfer. Atau, kalau perlu pakai rekening bersama. Asosiasi pengusaha mebel Jepara pasti punya rekening bersama buat mencegah hal itu berulang,” cerita Zainal Abidin, direksi Jawa Pos Radar Kudus.
Kebiasaan jempol lebih panas dari kepala juga sempat memuncak saat event All England beberapa waktu lalu. Gegara seorang pemain kita saat di pesawat tertular Corona, sesampai Inggris tim Indonesia dikarantina bahkan berlanjut di-band tak boleh main. Ini bikin panas kepala, emosi para pendukung tim All England Indonesia.
”Ribuan netizen bahkan julid menulis koment beramai-ramai di akun BWF, menyebut BWF unfair. Bukan memperbaiki situasi, tim Indonesia malah dipulangkan cepat dan dipisah dengan penumpang pesawat lain. Juga kasus Gotham chest. Ketika pecatur kita mengalahkan pecatur kelas dunia, dan pecatur dunia itu mengeblok akun medsos pecatur kita, netizen kita ramai-ramai membela di medsos dan geger,” cerita lain dari Lisa Esti Puji Hartanti, dosen Ilmu Komunikasi Unika Atmajaya Jakarta.
Danik, Lisa dan Zainal tampil seru dalam webinar bertopik ”Kenali Bahaya di Dunia Digital, Jangan Asal Klik di Internet”, yang dipandu moderator Yesica Amami dan ditemani pembicara lain: Kholistiono, wapemred beritanews.id Kudus, serta key opinion leader artis sinetron Ayonk. Acara menampilkan keynotes speech Bupati Jepara, Dian Kristandi, yang berpesan pada ratusan peserta agar memanfaatkan acara yang digelar sampai Desember 2021. ”Untuk membuat warga Jepara makin cakap digital dan mampu membentengi diri dari kejahatan digital dan hoaks”.
Fenomena nasionalisme yang jadi toxid, meracuni dalam berperilaku di dunia maya, sangat memprihatinkan bagi Lisa. Belum lama, dampaknya juga terasa. Kita dinilai Microsof paling tidak sopan di internet, bahkan rangking 29 dari 32 negara yang disurvei dan terbawah di Asia.
”Padahal, kalau mau pahami UU ITE di pasal 27 ayat 1, itu sudah memberi warning pada para netizen. Kalau sembarang posting konten dan koment ujaran kebencian, dan yang diposting tidak nyaman lalu melapor, maka pelaku bisa diancam penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar. Tidak main-main lo, dan itu nyata hukumannya,” urai Lisa lebih jauh.
Semua bisa ditangkal tuntas, lanjut Lisa. Kalau kita punya kebiasaan kritis, selalu berpikir dua kali sebelum posting saat bertemu informasi di depanmu dengan analisa data dan fakta. ”Dan, kalau bertemu informasi palsu atau yang belum jelas kebenarannya, stop. Cukup berhenti di jempolmu,” pesan Lisa, agar dipahami peserta. (*)
Post a Comment