Perlakukan Dunia Maya Sama Seperti Dunia Nyata
Wonosobo – Penduduk Indonesia pada Januari 2021 tercatat 274,9 juta jiwa. Dari jumlah itu pengguna telepon selular sebanyak 345,3 juta. Pengguna internet 202,6 juta dan mereka yang aktif di sosial media sejumlah 170 juta orang.
Mengingat besarnya jumlah pengguna dunia maya, wajar apabila sering muncul pertanyaan apakah sudah memperhatikan etika berinternet, apakah santun saat berinteraksi di dunia digital. Ini karena dari hasil survei Microsoft diketahui netizen Indonesia paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
“Mestinya memperlakukan dunia maya sama dengan dunia nyata. Di dalamnya ada etika, sopan santun dan taat aturan. Tepat bila kemudian ada istilah saring sebelum sharing, jangan sampai jari bergerak lebih cepat dari pikiran kita,” ujar Abraham Zakky Zulhazmi, Dosen KPI UIN Surakarta, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021).
Lebih lanjut pengelola islamsantun.org ini menyampaikan dengan dukungan literasi digital berupa sebentuk kemampuan mengoperasikan secara optimal teknologi digital (melek internet), diharapkan penggunaan media digital di negeri ini dapat berlangsung secara produktif dan bertanggung jawab.
Adapun elemen literasi digital, sebut dia, terdiri dari kemampuan menghasilkan konten yang bermanfaat dan inovatif, kritis dalam menyikapi apapun, percaya diri dan bertanggung jawab, menciptakan hal positif di internet atau media sosial, mampu berkomunikasi dengan baik, meluaskan cakrawala berpikir.
“Mengapa etika penting? Karena ada pertimbangan dalam mengambil keputusan, sekaligus menunjukkan pada kita mana yang baik dan buruk, baik bagi diri sendiri dan orang lain,” ucapnya.
Sedangkan netiket atau tata krama berinternet sebagai wujud penyadaran mengenai pentingnya beraktivitas di dunia maya. “Sadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya,” Zakky.
Narasumber lainnya, Enjat Munajat, dalam kesempatan itu menyeru untuk melawan hoaks. Dosen Administrasi Publik FISIP yang juga Manajer Akademik dan Kerjasama Sekolah Pascasarjana Unpad itu menyampaikan temuan isu hoaks dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Peredaran hoaks itu mencakup banyak bidang mulai dari pemerintahan, kesehatan, politik, ekonomi, internasional, perdagangan, pendidikan bahkan bencana alam.
Mengapa bisa terjadi, menurut Enjat, hal ini tidak lepas dari kurangnya literasi digital. Ada sejumlah langkah untuk menyikapi dan mengatasi berita hoaks di antaranya jangan mudah terprovokasi dengan judul berita, bersikap kritis terhadap apapun yang didapat, utamakan logika, lakukan konfirmasi.
Langkah berikutnya, apabila menemukan bisa melaporkan konten tersebut. Inilah pentingnya saring sebelum sharing serta tidak mudah percaya begitu saja dengan gambar atau video yang muncul di internet.
Adapun cara cek berita hoaks bisa dilakukan dengan memperhatikan elemen berita berita, biasanya tidak menampilkan keterangan waktu dengan pasti, misalnya tanggal, waktu atau keterangan tempat. “Berita hoaks biasanya akan menuliskan kemarin, lusa atau besok tentang kronologi kejadian,” jelasnya.
Perlu juga melakukan pengecekan dengan memanfaatkan google untuk menganalisis sebuah konten. “Jika Anda curiga, coba ketikkan kata kunci yang dilengkapi kata hoaks di belakangnya. Google akan menampilkan referensi artikel terkait konten tersebut,” terangnya.
Dipandu moderator Bunga Cinka, webinar bertema ”Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Lawan Hoaks” kali ini juga menghadirkan narasumber Nyoman Diah Utari Dewi (Dosen MAP Universitas Ngurah Rai - IAPA), Sani Widowati (Princeton Bridge Year On-site Director Indonesia), Afif Nur Hidayat (Bupati Kabupaten Wonosobo) sebagai Keynote Speaker, Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speaker dan Bella Ashari (TV Presenter) sebagai sebagai Key Opinion Leader. (*)
Post a Comment