Pentingnya perlindungan data pribadi dalam pelayanan publik
Pati: Transformasi digital dan perubahan sistem digitalisasi adalah sebuah keharusan untuk memberikan pelayanan publik yang mudah dan efisien. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Pati, Kamis (22/7/2021).
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program literasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2021 lalu untuk mendukung percepatan transformasi digital. Literasi digital mencakup empat pilar meliputi digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety, yang sekaligus menjadi pondasi dalam menciptakan sumber daya yang cakap digital.
Webinar hari ini dipandu oleh entertainer Dannys Citra, serta menghadirkan narasumber: I Nyoman Yoga Segara (dosen UHN UGB Sugriwa Denpasar), Nuralita Armelia (fasilitator nasional), Muhammad Achadi (Ceo Jaring Pasar Nusantara), Kamilia Hamidah (dosen IPMAFA Pati), juga key opinion leader Deasy Novianti (TV personality).
Kamilia Hamidah dalam diskusi virtual ini menyenggol persoalan keamanan digital dalam pelayanan publik, khususnya dalam memahami perlindungan data pribadi. Ia mengatakan seiring kemajuan teknologi, keterbukaan info publik kini dilindungi oleh Undang-Undang ITE.
Selain data pribadi yang menyangkut identitas diri dalam urusan administrasi kependudukan, identitas digital juga mesti bersifat rahasia dan dijaga secara baik-baik keamanannya.
“Identitas digital baik saat menggunakan identitas asli ataupun anonim, tetap harus bijak penggunaannya dan didasari juga dengan tanggung jawab. Alamat surel juga menjadi bagian identitas diri yang harus dijaga karena merupakan kartu untuk masuk ke akun digital kita. Kemudian yang penting juga adalah melindungi dan konsolidasi identitas digital,” ujar Kamilia kepada 450-an peserta webinar.
Hubungannya dengan pelayanan publik, alamat surel dan identitas diri lainnya kerap diminta untuk diisikan saat mengisi form online. Entah itu layanan pembuatan rekening, pembuatan paspor, pendaftaran rumah sakit, SIM online, maupun layanan lainnya.
Dalam hal itu, Kamilia berpendapat, antara penyedia layanan dengan pengguna layanan harus sinkron untuk melindungi data pribadi. Bagi pengguna atau konsumen pelayanan publik hendaknya mampu melindungi data pribadi dengan berhati-hati saat mengisi form online.
Pastikan tidak menggunakan jaringan publik saat melakukan transaksi dan pengisian form, karena rentan disadap oknum. Konsumen juga harus membiasakan menghapus data riwayat penggunaan di peramban masing-masing untuk menghindari penyalahgunaan jejak digital.
“Bagi penyedia layanan harusnya memisahkan nomor yang digunakan untuk melayani konsumen. Kemudian meminimalisir penggunaan suara dan diganti dengan penggunaan teks sebagai bukti komunikasi. Mampu menyediakan layanan publik yang menjamin keamanan data pribadi konsumen, serta memastikan data konsumen tidak bisa dikonsumsi publik,” tambahnya.
Jadi, lanjut Kamilia, untuk melindungi data pribadi dalam pelayanan publik harus dilakukan secara dua arah. Jaminan keamanan digital tidak hanya melibatkan netizen sebagai konsumen tetapi juga jadi perhatian bagi penyedia layanan.
Dari perspektif lain, Muhammad Achadi menjelaskan, transformasi digital mesti mendorong inovasi pelayanan publik yang lebih praktis. Masyarakat sendiri menginginkan pelayanan publik itu bisa selesai dalam satu genggaman dengan prinsip pelayanan yang memberi kemudahan, murah, efisien, tepat waktu, transparan, dan akuntabel.
Kata Achadi, etika pelayanan publik tersebut akan berujung pada pembentukan good governance, tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini salah satunya terbukti dari otomatisasi pelayanan publik secara digital di tingkat desa.
“Hanya saja, digitalisasi pelayanan publik terganjal oleh infrastruktur IT yang belum memadai. Sehingga, menjadi tantangan tersendiri untuk membentuk pemerintahan digital. Infrastruktur yang tidak merata juga berpengaruh pada bagaimana kualitas sumber dayanya. Oleh karena itu, diperlukan literasi digital untuk meningkatkan kecakapannya,” jelas Achadi.
Selain itu, pemanfaatan media sosial dalam melakukan sosialisasi pelayanan publik mesti dimaksimalkan agar diketahui oleh semua masyarakat. Media sosial diperlukan untuk melakukan monitoring dan memberikan asistensi penggunaan pelayanan publik melalui tutorial sederhana dan user friendly. (*)
Post a Comment