Penduduk Asli Ruang Digital, Milenial dan Gen Z Wajib Paham Literasi Digital
Surakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (6/10/2021) dengan tema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital Bagi Siswa”. Melalui kegiatan tersebut pemerintah mengedukasi masyarakat tentang literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety untuk menghadapi transformasi digital secara lebih baik.
Diskusi dipandu oleh entertainer Dannys Citra dengan menghadirkan empat narasumber: Waryani Fajar Riyanto (dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Dian Wisnuwardhani (dosen Universitas Indonesia), Septa Dinata (researcher Paramadina Public Policy), Slamet Budiyono (Kepala SMAN 1 Surakarta). Serta Kevin Benedict (Putra Dirgantara Indonesia 2018) yang hadir sebagai key opinion leader.
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Waryani Fajar Riyanto menyampaikan dalam diskusi bahwa posisi siswa saat ini ada di ruang digital, mereka adalah penduduk asli di era revolusi industri 4.0 yang akrab dengan teknologi. Sehingga tidak heran mereka memiliki karakter yang adaptif dalam perubahan karena mereka tumbuh bersama kemajuan.
Kendati sangat mahfum dengan teknologi, siswa harus memiliki bekal agar matang dalam menghadapi transformasi digital yaitu dengan memahami literasi digital. Khususnya dalam hal keamanan ketika beraktivitas di ruang digital. Menjaga keamanan penting karena di ruang digital banyak terjadi kejahatan digital baik berupa pencurian data, cyber stalking, penipuan online, hingga perundungan siber.
“Siswa harus membangun keamanan tentang keselamatan dan pengamanan digital agar tumbuh kesadaran untuk saling melindungi antar warga digital sehingga tumbuh perilaku-perilaku di ruang digital yang waspada akan berbagai ancaman di dalamnya,” jelas Waryani Fajar Riyanto kepada 400-an peserta.
Dan untuk menanamkan edukasi literasi digital tersebut peran orang tua, guru, siswa, dan lingkungan sangat penting untuk membentengi siswa dari paparan hal-hal negatif di internet.
Dalam keamanan digital ada beberapa aspek dasar yang harus dipahami dan dipersiapkan. Yaitu bagaimana melindungi perangkat dan data pribadi yang menjadi identitas di ruang digital. Tidak hanya melindungi perangkat keras dan piranti lunak dengan mengatur kata sandi yang kuat, tetapi juga membiasakan diri untuk mencegah dari serangan dengan tindakan keselamatan.
“Tidak memberikan informasi data terlalu banyak di media sosial, berselancar di situs aman, serta menghindari penggunaan wifi publik untuk melakukan transaksi finansial atau mengisi form data. Cara melindungi diri kita dalam bermedia digital adalah melindungi data agar tidak bocor dan disalahgunakan,” imbuhnya.
Menjaga privasi dengan tidak membuat jejak digital negatif agar tidak terjerumus pada penipuan online dan kejahatan digital lainnya. Menjaga keamanan digital anak dengan mendampingi mereka ketika beraktivitas digital namun tetap memberikan mereka kesempatan untuk berkomunikasi langsung.
Sementara itu dosen Universitas Indonesia Dian Wisnuwardhani menambahkan bahwa dalam bermedia digital siswa juga perlu memiliki kemampuan. Siswa tidak hanya terampil menggunakan gadget tetapi juga mampu mengelola kecerdasan emosional dengan mengedepankan cara berpikir kritis dan berkolaborasi menggunakan teknologi.
“Siswa atau anak harus berani mencoba tapi juga berani mengambil risiko, siswa harus mampu mengetahui batasan kapan menggunakan gawai dan kapan berinteraksi secara nyata di lingkungan sosialnya. Terus melatih keterampilan dan selalu waspada dengan keamanannya dalam bermedia,” imbuh Dian Wisnuwardhani.
Ada beberapa hal yang ditekankan oleh Dian Wisnuwardhani kepada orang tua untuk diajarkan kepada anak dalam bermedia digital. Yaitu memberikan batasan penggunaan gawai baik dalam durasi penggunaan juga batasan akses terhadap channel dan konten tertentu, mendampingi anak ketika bermain dengan gawai serta mengedukasi untuk membuka situs yang bermanfaat.
“Jangan sampai gawai menjadi alat yang digunakan sebagai alat untuk menenangkan emosi anak karena justru dapat menguatkan emosi negatif anak di masa depan. Orang tua dan guru perlu berkolaborasi dalam memberikan pendidikan terbaik kepada anak,” pungkasnya. (*)
Post a Comment