Pasang Kata Kunci Ciamik di SEM atau SEO sebagai Mantra Bisnis Digital
Kulon Progo : Sebagai sarana baru, peranti marketing bisnis di jagat digital yang ini belum banyak dikerjakan pelaku UMKM kita. Namanya Search Engine Marketing (SEM) dan Search Engine Optimization (SEO) sebagai sarana atau cara kita mengenalkan diri. Ia berupa aplikasi mesin pencari, bisa di Google, Yahoo, Bing atau Baidu dan belasan lainnya sebagai sarana buat mempresentasi produk bisnis Anda di pasar dunia digital agar dikenal mendunia. Mengapa SEM menjadi sangat penting?
”Karena, bagaimana produk kita bisa dikenal dunia kalau tidak pernah mempresentasikan diri agar dikenal? Apa beda SEM dan SEO? Yang membedakan: SEM itu dengan bayar iklan dalam masa tertentu di situs pencari di atas. Artinya, selama waktu yang dibayar, kata kunci dan foto produk Anda bisa di urutan atas. Kalau habis, ya tidak lagi di urutan atas. Sedangkan SEO, itu secara organik alias gratis,” jawab Albertus Indratno, CEO Namaste.id.
Albertus menambahkan, terleas dari SEM atau SEO, sebenarnya untuk bisa efektif kuncinya adalah buat kata kunci yang ciamik. ”Mudah diingat dan menggambarkan produk Anda, di mana calon konsumen bisa dipuaskan keinginanya,” begitu pantik Albertus, saat tampil sebagai pemateri dalam webinar literasi digital dengan topik, ”UMKM dalam Kacamata Digital”, yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, 8 Juli 2021.
Kata kunci itu ibaratnya mantra, rinci Albertus Indratno lebih lanjut. Jadi, mantra yang bagus mestinya bisa menunjukkan siapa diri kita di depan situs pencari Google. Masalahnya, bagaimana menemukan kata kunci yang ciamik agar cocok dan mudah dikenali situs pencari?
Albertus menjawab: pilih yang dekat dengan lokasi bisnis dan berkarakter khusus. Misalnya, buat kata kunci yang panjang, jangan pendek. Misal Sekolah DJ Indonesia, itu luas. Tapi coba ketik Sekolah DJ Jakarta Davina Kelas Malam, itu lebih fokus. Atau, kalau jual keripik di Kulon Progo, jangan bikin kata kunci Keripik Pisang saja. Lebih cocok Keripik Pisang Cokelat Khas Jogja. Itu artinya, kita berharap yang mencari adalah orang yang pengin keripik pisang dari Jogja, bukan dari Lampung atau Medan.
Dengan begitu, lanjut Albertus, kita bisa mempresentasikan keripik kita secara tepat di Google agar lebih dikenal dunia. Kok tidak pakai nama Bu Ria, pemiliknya? ”Lho, kita berpikir dari yang umum ke khusus. Selama kita orang umum, ya tidak pengaruh. Tapi kalau Anda artis atau selebgram, boleh saja. Misal, keripik pisang cokelat Rafi Ahmad, baru dikenal dan laris. Yang penting, Anda segera beraksi dengan media social mendapatkan cuan dari produk Anda yang lebih popular di ,edsos dengan kata kunci yang ciamik dan cerdas,” papar Albertus lebih rinci.
Albertus sangat antusias membahas soal itu disaksikan ratusan peserta yang mengikuti dengan asyik dari rumah karena digelar secara daring. Webinarnya sendiri dipandu oleh moderator Nadia Intan dengan tiga pembicara lain: Danang Prianto (CEO Roozky Bag), Pascalis MG Kusuma (CEO Javanic Batik Jogjakarta), Imam Wicaksono (CEO Sempulur Craft Bantul) serta DJ Davina yang tampil sebagai key opinion leader.
Indonesia kini memang berkembang maju sebagai bangsa entrepreneur. Pandemi covid yang menimbulkan peningkatan PHK dan banyak karyawan nganggur menginspirasi untuk jadi pengusaha. Data riset Kementerian Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), populasi entrepreneur sudah tembus angka 64 juta pelaku usaha.
”Dan, dari situ terserap 169 juta orang tenaga kerja, di mana 89,9 persen adalah tenaga produktif dan memasok 61 persen PDB Nasional, dan sepanjang tahun 2020 memutar omzet Rp 8,57 ribu triliun,” ungkap Danang Prianto, pembicara lain.
Nah, lalu mengapa pemerintah kini terus memproyeksikan agar makin banyak UMKM bermigrasi, memasarkan secara online alias go digital?
Menurut Paskalis MG Kusuma, karena realitas netizen kita yang 202 juta dan menjadi sasaran bisnis e-commerce dunia, setiap hari beraktivitas online 93 persen untuk mencari informasi barang dan jasa di toko online. Lalu, 90 persen belanja barang ritel di toko online. Itu pasar yang sangat besar untuk dibidik UMKM secara online.
”Makanya, go digital adalah opsi yang tak bisa ditawar untuk memulihkan dampak pandemi covid yang ternyata, dalam catatan majalah Tempo, ada 82 persen UMKM terdampak covid dan membuat 69 persen turun omzet, serta hanya 5,9 persen UMKM yang mampu bertahan karena segera bermigrasi alias meng-go digital-kan bisnisnya dan survive,” kata Paskalis.
Memang, sejauh ini baru 11,7 juta yang sudah go digital. Sehingga, pemerintah menargetkan 30 juta UMKM segera menyusul, meski butuh kerja keras. ”Yang penting segera adaptif dan belajar cepat agar ketertinggalan ini bisa segera terkejar. Di samping, menyelamatkan jutaan warga bangsa yang masih belum dapat pekerjaan sebagai sumber penghasilan keluarga. Pilihannya memang go digital atau ditinggal dan berisiko mati kalau tak segera adaptasi,” pungkas Paskalis Kusuma. (*)
Post a Comment