Paling Akrab dengan Teknologi, Milenial Jadi Role Model Literasi Digital
Kebumen – Penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh kelompok millenial. Sebagai masyarakat yang akrab dengan perkembangan teknologi, mereka sudah selaiknya menjadi guru bagi generasi-generasi muda lainnya di era disrupsi teknologi yang begitu cepat. Milenial punya tugas untuk memperkuat literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital safety, dan digital skill agar dunia digital berlangsung nyaman dan penuh energi positif.
Hal tersebut dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Kebumen, Jumat (1/10/2021) dengan tema “Milenial Sebagai Guru Literasi Digital”. Kegiatan yang dimoderatori oleh Fikri Hadil (aktor) diisi oleh empat narasumber Yuni Wahyuning (praktisi pendidikan), A. Zulkhaidir (digital marketer), Retno Kusumastuti (dosen fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia), Muhammad Ihsan Fajri (entrepreneur dan pendidik). Serta Astira Vern (1st RU Miss Eco International 2018) sebagai key opinion leader.
Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Retno Kusumastuti menjelaskan bahwa masyarakat milenial dan setelahnya merupakan generasi digital yang budayanya itu terbentuk dari perkembangan teknologi digital. Milenial dikenal dengan karakternya yang dapat melakukan multitasking, terbuka dalam menerima perbahan, selalu terhubung dengan media sosial dan lebih banyak mengakses informasi melalui media digital.
“Kondisi milenial yang banyak bersentuhan dengan teknologi membuat mereka menjadi digital learner yang ketika menjadi pemimpin mereka memiliki metode pengajaran yang fleksibel, berpikir out of the box, model pembelajaran interaktif, menghargai perbedaan dan partisipasi orang, mampu membuat manajeman kelas yang unik dan memiliki empati tinggi,” jelas Retno Kusumastuti.
Namun, Retno menegaskan, sebagai digital learners tetap harus mematuhi etika dan etiket di ruang digital. Sebab di ruang digital sangat berpotensi terjadi aktivitas tidak etis seperti menguatnya budaya instan dan gaya hidup konsumtif, terekspos paham-paham ekstrem dan konten tidak layak. Ada potensi kejahatan siber dan melunturnya kedekatan psikologis.
“Milenial sebagai agen perubahan harus memiliki etika dan sikap yang jujur baik dalam perkataan dan perbuatan, menjadi generasi yang informatif dan komunikatif, amanah atau dapat dipercaya serti memiliki rasa tanggung jawab. Juga memiliki kecerdasan, bijaksana, cerdas, cermat dalam menghadapi informasi,” jelas Retno.
Digital Marketer A. Zulkhaidir menambahkan bahwa milenial sangat akrab dengan media sosial, oleh karenanya milenial wajib punya kecakapan digital yang dapat mendukung aktivitas interaksi dan komunikasi di media sosial menjadi kegiatan yang positif.
“Yaitu mulai dari pengenalan internet dan memahami platform-platform digital sebagai tempat mencari informasi, mengakses web yang aman, bermedia sosial yang menghasilkan manfaat. Serta mampu menyaring informasi yang berada di ruang digital. Memfiltrasi informasi yang berisi ujaran kebencian, pornografi dan berita bohong, untuk tidak dibagikan ulang,” jelas Zulkhaidir.
Kembali pada milenial sebagai agen perubahan, milenial harus mampu memanfaatkan media digital sebagai sarana yang dapat memberikan edukasi, jembatan untuk melakukan kolaborasi, serta terus beradaptasi dengan segala bentuk perubahan dengan meningkatkan literasi digital.
Dari segi keamanan digital, entrepreneur dan pendidik Muhammad Ihsan Fajri menambahkan bahwa milenial dituntut tidak hanya mampu menggunakan teknologi tetapi juga mampu mengamankan alat dan perangkat yang ada di dalamnya. Kontrol pengamanan perangkat dan isinya itu berada pada masing-masing pengguna, sehingga bagaimana perilaku digital pengguna itu perlu dikendalikan dari dalam diri.
Kemanan di sini meliputi bagaimana mengamankan perangkat digital dan identitas digital. Memahami pola-pola penipuan digital, tidak asal menyebarkan informasi karena jejak digital menjadi cerminan pribadi penggunanya.
“Pertama kita harus mengamankan perangkat berserta piranti lunak digitalnya, mengamankan data yang tersimpan di dalam akun dan perangkat agar tidak bocor dengan memasang proteksi menggunakan kata sandi, serta tidak sembarang mengumbar data-data pribadi di ruang publik,” jelasnya.
Dengan demikian budaya bermedia digital mestinya dilengkapi dengan implementasi nilai-nilai Pancasila. Seperti dikatakan praktisi pendidikan Yuni Wahyuning bahwa generasi digital harus diberi pendidikan moral dan ditanamkan budaya Pancasila. Bermedia dengan menebarkan cinta kasih, saling menghargai, menghormati, menghormati hak demokrasi orang lain, bergotong royong dalam kebaikan dan menjaga harmoni di ruang digital. (*)
Post a Comment