New Normal: Saat Kuliah Online, Ternyata Disambi Ngemal
Tegal: Dalam banyak kesempatan, Presiden Jokowi selalu berpesan: selama vaksin belum bisa efektif mencegah berkembangnya virus Covid119, mau tak mau, masyarakat mesti bisa berdamai dengan Covid. Menyesuaikan kondisi kehidupan baru, New Normal namanya. Nah, di era New Normal, segala ruang gerak dan aktivitas kehidupan menjadi berubah, baik itu sosial, ekonomi hingga pendidikan.
Di bidang pendidikan, kita sempat panik bagaimana mengeksekusi kelas yang berisi 70 mahasiswa yang semula tatap muka langsung, karena pandemi menjadi migrasi di kelas online. Mahasiwa hadir dengan zoom meeting, dan kita presentasi dengan komunikasi dan interaksi lewat smartphone atau laptop.
Sejak awal dicoba, kita mengalami banyak kekhawatiran efektivitas dan pengawasan kelas online. ”Suatu ketika, saat kelas sudah berjalan setengah jam dengan absensi 70 mahasiswa, saya coba mengecek. ’Ayo sekarang kamera zoom dibuka, saya mau liat kalian… Dan, beneran banyak mahasiswa ternyata mengikuti kuliah online setengah serius. Kuliahnya disambi, karena sedang jalan-jalan di mal,” cerita Mustaghfiroh Rahayu, PhD, dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM saat mengupas topik ”Melek Digital sebagai Adaptasi New Normal”, dalam webinar Literasi Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk warga Kabupaten Tegal, Jateng, 10 Juni 2021.
Dipandu oleh moderator Mafin Risky, hadir tiga pembicara lain: Ismita Saputri, fasilitator digital safety dari Kaizen Room; Heru Prasetyo, contributor Islami.co; Suwoko, pemred Betanews.id Kudus, serta Stephanie Cecilia, Finalis Miss Indonesia 2020 yang tampil sebagai key opinion leader.
Melek alias memiliki keterampilan dalam dunia digital menjadi suatu keharusan untuk bisa survive dan nyaman di era pandemi. New Normal memaksa masyarakat dalam waktu cepat mau beradaptasi dengan kecakapan digital.
Dari bangun tidur, memesan sarapan, bayar listrik, air serta belajar di kelas online, menggelar rapat, semua dipaksa menyesuaikan dengan tata kehidupan baru, dilakukan di rumah atau kantor, tanpa kontak langsung. ”Pilihanya berat, tapi hanya itu. Migrasi ke dunia digital atau ditinggal zaman dan tak bisa mengikuti dinamika masyarakat di era New Normal,” urai Heru Prasetya.
Dan ternyata, masyarakat memang mulai langsung menikmati kondisi New Normal ini dengan peranti digital. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat, selama pandemi 2020 masyarakat pengguna internet sudah ada 202 juta, di mana 168 juta selalu berinteraksi dengan medsosnya dengan beragam keperluan. Bahkan sampai 3,5 jam di medsos dan 8,5 jam sehari berinternet ria.
”Tinggal kini bagaimana masyarakat meningkatkan kecakapan digital untuk makin menangkap peluang rezeki dan melakukan banyak aktivitas positif dengan beragam platform digitalnya. Karena, kalau tak bijak dan selektif mengakses informasi, bully dan beberapa kejahatan digital juga mengancam dengan makin canggihnya penjahat di era New Normal saat ini,” pesan Suwoko.
Yang tak boleh terlena juga, jangan sampai kita keasyikan menghuni dunia medsos. ”Jangan sembarangan mengunggah konten dan koment, karena di sana juga ada netiket, tata krama berinternet yang mesti dihormati,” kata Ismita Saputri. Yang kita hadapi, sambung Ismita, adalah manusia nyata di jaringan online. Bukan algoritma angka dan huruf tak berasa dan punya hati.
So? Jangan mudah mengumbar emosi dan hasutan yang menyakitkan, karena selain membuat jejak digital kita buruk, juga UU ITE No. 19 tahun 2016 sudah mengatur ancaman kalau Anda sembarang menebar kebencian atau mengasut lewat medsos. ”Penjara 6 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar menanti Anda di dunia nyata. New Normal butuh adaptasi dan tetap hati-hati. Kalau bisa dijalani dengan bijak, kita tetap bisa berdamai dengan pandemi, walau sementara tak bisa kumpul-kumpul dulu,” pungkas Ismita. (*)
Post a Comment