Meski Tak Harus Mandi dan Upacara, Siswa Online Tetap Harus Sopan dan Disiplin
Semarang: Ada yang berubah dalam budaya anak sekolah hampir dua tahun disergap pandemi Covid-19. Dulu, untuk berangkat sekolah lalu mengikuti proses belajar di kelas tatap muka konvensional, siswa wajib mandi dan berlanjut upacara dengan baju seragam yang berganti tiap hari. Rapi dan disiplin. Tapi di kelas online, yang terpaksa dijalani dari rumah demi menghindari interaksi dan stop penyebaran virus Corona, banyak anak yang belum mandi saat mulai sekolah online, juga berpakaian bebas asalkan sopan. Memang tidak harus mandi, dan tak ada upacara sebelum kelas dimulai.
Dosen Psikologi Universitas Indonesia Dian Wisnuwardani mengatakan, transformasi digital memang memudahkan dan memperluas ilmu dan kecakapan yang didapat di ruang kelas online. Tetapi bukan berarti kedisiplinan dan pendidikan bermutu tak bisa dijamin lebih berkualitas.
Guru sebagai garda depan, lanjut Dian, kini dituntut makin memperbaiki performa di depan kelas. Tak cukup hanya mengandalkan presentasi power point. Guru mesti makin cakap menguasai beragam aplikasi agar presentasi good interest di depan siswa online-nya. Agar tak bosan dan ngantuk mesti dipapar dengan aplikasi Parva atau Pixart. Sehingga, presentasi menarik, hidup, bahkan foto dan video bisa merangsang siswa lebih interaktif di kelas.
”Selain itu, setoran tugas sekolah bisa dikirim dengan TikTok atau Instagram, agar anak juga terbiasa kalau era digital makin memudahkan dan meluaskan cara belajar mereka. Orangtua juga terlibat menyediakan ruang yang kondusif. Sesekali sediakan camilan dan minuman agar tak bosan dan ngantuk di kelas. Semua sedang dan terus berubah,” jelas Dian Wisnuwardani, saat berbicara dalam webinar literasi digital gelaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Semarang, Jumat, 29 Oktober 2021.
Membahas topik ”Transformasi Digital untuk Pendidikan Lebih bermutu”, webinar kali ini diikuti 700 peserta dari seputar Kota Semarang. Diawali dengan keynote address oleh Presiden Jokowi, kemudian diikuti pengantar dari Kepala Kanwil Kemenag Jateng, Mustain Ahmad. Webinar yang dipandu moderator Zacky Ahmad dan presenter TV Putri Juniawan sebagai key opinion leader itu menghadirkan tiga pembicara lain. Yakni, Eddie Siregar, penggiat 4 Pilar Kebangsaan; Mohamad Faojin, pengawas sekolah Madya PAI Kanwil Kemenag Jateng; dan Amin Nurbaedi, pengawas guru PAI.
Mengingat luas dan tanpa batasnya sistem pendidikan baru lewat online, diakui ada titik lemah terkait dengan bebasnya siswa mengunggah dan mengunduh materi untuk menambah ilmu pengetahuan. ”Di sini guru dan orangtua tetap jadi garda depan untuk menjadi pendamping, fasilitator belajar. Bimbing dan dampingi saat siswa mengunggah dan mengunduh. Pilah dan pilihkan konten dan web penyedia informasi yang diakses secara bijak dan kritis,” ujar Amin Nurbaedi, pembicara lain.
Sementara Mohammad Faojin mengingatkan, hati-hati pada ancaman penyebaran beragam ideologi yang merusak pola pikir anak, karena kadang proses indoktrinasi masuk lewat film atau musik yang disukai. Bahkan, kini ditemukan gim-im online yang disukai anak dan mudah diakses, tapi di dalamnya disusupi film atau konten kartun atau gim porno.
”Kalau dikonsumsi siswa, ini berbahaya, sehingga perlu dibangun sikap kritis dan bijak dalam diri anak yang sedang bertumbuh dan berkembang di kelas online yang tanpa batas. Peran guru sangat penting, sebagai benteng pencegah di garda depan,” simpul Mohamad Faojin. (*)
Post a Comment