Merdeka Belajar: Guru yang Teachable Bikin Siswa Kecanduan Belajar
Sleman: Di era kelas konvensional dulu, bunyi bel istirahat atau pulang sekolah amat ditunggu siswa. Bunyinya seolah penanda lepasnya beban dan suasana yang tak nyaman di kelas dalam belajar. Ini mestinya tak terulang di kelas online yang bisa menantang dan lebih nyaman. Dan, kuncinya adalah kecakapan guru yang teachable dalam mengajar, sehingga anak malah tak mau usai belajarnya.
Di kelas online, menurut praktisi pendidikan Anggraini Hermana, guru mestinya jangan mengajar matematika dengan cara kolot, misalnya: ’Ayo, lima kurangi tiga berapa anak-anak? Itu bikin stres dan tegang menjawabnya. Tetapi coba dengan soal bercerita: Ani ke kebun memetik apel buat nenek, eh, ada 5 apel yang matang. Saat pulang, Ani kesandung batu, dua apelnya terguling masuk got. Sekarang, berapa sisa apel di keranjang Ani? Kalau seperti itu, anak enggak lama mikirnya.
Di konten digital, lanjut Anggraini, hal itu bisa divisualkan dengan video atau gambar menarik yang disampaikan dengan bahasa lembut, niscaya makin nyaman siswa belajar. Kalau pelajaran biologi, kenalkan video atau gambar kaktus atau, kalau berkesempatan tatap muka di kelas, ajak siswa ke luar kelas. Kenali pohon itu terdiri dari batang, cabang, daun, akar. Visual video atau cek ke luar kelas akan menjadikan belajar mengasyikkan.
”Dan, saat bel berbunyi, siswa justru kaget: kok udahan ya belajarnya. Pengin lagi niiih. Itu berarti gurunya hebat, bisa mengubah suasana membosankan jadi menyenangkan. Ini yang mesti diwujudkan di era merdeka belajar, baik dengan sistem online maupun blended system,” urai Anggraini Hermana, saat berbicara dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo ) untuk warga Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Selasa, 26 Oktober 2021.
Webinar yang mengupas topik seru ”Metode Pembelajaran yang Efektif di Era Digital” itu diikuti ratusan warga seputar Sleman dengan cara daring, Dipandu moderator Anneke Liau serta Gusto Lumbanbatu, Grand Finalis The New L-Men of the Year 2020 sebagai key opinion leader, tampil pula tiga pembicara lain: Imam Wicaksono, CEO Sempulur Craft; Abdul Rahman, direktur Buku Langgar; dan Mathori Brilyan, artis dan art anthusiast.
Yang kini jadi tantangan dalam pembelajaran di era digital, menurut Abdul Rahman dari penerbit buku Langgar, ruang digital dalam belajar mesti disikapi sebagai sarana untuk mempermudah dan memperluas informasi. Tool digital adalah alat belajar agar lebih efektif dan makin luas. Tak terbatas menambah literasi dan mempermudah komunikasi dalam interaksi belajar, guna menemukan potensi dan memaksimalkan kecakapan dan kemampuan dirinya, difasilitatori dengan kecakapan guru yang makin kompeten. ”Jadi, ruang digital akan membuat peluang berprestasi di kelas makin maksimal untuk diwujudkan oleh siswa,” jelas Abdul Rahman.
Lantas, bagaimana kalau kegiatan pembelajaran mulai tatap muka lagi? Menurut Anggraini, kuncinya buat metode belajar yang tetap asyik dan menantang. Guru yang mesti kreatif mengombinasikan, blended learning, antara sekolah online dan on site. Kasih tugas menarik praktik kecambahkan kacang hijau. Malam tetap searching caranya di Youtube. Paginya siswa bawa kacang hijau, gelas kapas dan air, buat praktik di kelas on site.
”Dengan begitu, kelas mana pun tetap seru dan menantang buat siswa belajar lebih mengasyikkan. Tak ada lagi kelas yang garing dan menjemukan,” pungkas Anggraini. (*)
Post a Comment