Menyemai Nilai Pancasila di Ruang Digital
Semarang – Menjadi masyarakat Pancasila era digital dapat dilakukan dengan menyemaikan nilai-nilai Pancasila dalam ruang digital agar bisa menjadi panduan dalam berbudaya digital (digital culture). Dengan begitu, kita dapat bergaul dengan masyarakat dunia sekaligus menunjukkan karakter positif bangsa Indonesia.
”Menurut Yudi Latif, secara historis kelima sila Pancasila merupakan perpaduan (sintesis) dari keragaman keyakinan, paham dan harapan yang berkembang di negeri ini,” kata pemimpin redaksi independen.id Bayu Wardhana saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertajuk ”Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (19/8/2021).
Bayu Wardhana mengatakan, sila pertama merupakan rumusan sintesis dari segala aliran agama dan kepercayaan, sintesis segala paham dan cita-cita sosial kemanusiaan yang bersifat trans-nasional ada di sila kedua, sintesis kebhinnekaan (aspirasi identitas) kesukuan ke dalam kesatuan bangsa pada sila ketiga.
”Sila keempat, merupakan rumusan sintesis segala paham kedaulatan dan sila kelima adalah rumusan sintesis segala paham keadilan sosial dan ekonomi,” jelas Bayu Wardhana.
Sintesis nilai dan paham itu, menurut Bayu, kini telah menjelma menjadi Pancasila sehingga dapat diturunkan menjadi beberapa butiran untuk dipedomani serta sebagai panduan dalam melakukan aktivitas di media digital. Sebagian butir dalam Pancasila, misalnya tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
”Butir lainnya, mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain, mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian, sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, serta suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri,” urai Bayu.
Bayu menambahkan, kiat berbudaya digital ialah menjadikan Pancasila sebagai panduan, piknik yang jauh, ikuti akun positif, dan kritis pada informasi. ”Tidak harus hafal semua butir-butir Pancasila, tetapi pahami makna dan harapan pada 5 sila tersebut,” pungkas Bayu Wardhana.
Narasumber lain dalam webinar kali ini, dosen pendidikan anak Universitas Negeri Semarang (UNNES) Ali Formen Yudha menyatakan, masyarakat Pancasila di era digital berarti menjadikan Pancasila sebagai perekat bangsa. Karena, tekonologi tidak lain adalah sarana dan alat untuk mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama.
”Untuk itu, penggunaan kecakapan digital dengan demikian perlu dikembalikan pada upaya untuk merekat mempersatukan unsur bangsa yang berbeda-beda, menyebarkan pesan kebaikan, mewartakan pentingnya kesatuan, kesantunan, kemanusiaan, dan keadilan,” ujar Ali Formen.
Selain itu, lanjut Ali Formen, Pancasila juga bisa dimanfaatkan sebagai filter menerima dan meyebarkan informasi, maupun sebagai pembuatan konten. Banyaknya godaan dan melimpahnya informasi di dunia digital yang bisa mengarah pada misinformasi, disinformasi, malinformasi, butuh filter Pancasila, dan menjadikan Pancasila sebagai konten dan panduan tindakan.
”Penting juga mengintegrasikan literasi digital dalam pembelajaran Pancasila, sebagai konten, sebagai media, dan sebagai perangkat evaluasi mengingat masa depan Pancasila tergantung pada bagaimana kita mewariskannya,” tandas Ali Formen.
Moderator Dwiky Nara, narasumber Widiasmorojati (konsultan bisnis & CEO Enterprise Solution), Annisa Choiriya Muftada (Social Media Communication PT Cipta Manusia Indonesia), dan kreator konten Adella Wulandari selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment