Menumbuhkan Kesadaran Melek HAKI Di Ruang Digital
KOTA SEMARANG : Peneliti yang juga antropolog dari Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) M. Nur Arifin mengatakan perubahan budaya analog ke digital yang membawa perubahan budaya adalah sebauah keniscayaan.
“Perubahan budaya dari analog ke digital itu juga membawa tuntutan bahwa kita perlu menghargai hasil karya orang lain. Mengetahui tentang hak akses, kebebasan berekspresi, perlindungan dalam privasi dan hak hak atas kekayaan intelektual yang perlu diperhatikan dalam kehidupan bermasyarakat,” kata Arifin saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Posting Konten? Hargai Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (20/9/2021).
Menurut Arifin, inovasi sebagai bentuk hasil karya manusia wajib diapresiasi dengan tumbuhnya digital culture. Ini sebagai kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang negara.
“Termasuk menumbuhkan digital rights, hak akses, kebebasan berekspresi, perlindungan privasi dan hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai bagian digital culture,” tegasnya.
Arifin mengungkap HAKI sebagai hak yang didapatkan dari hasil olah pikir manusia, kreatifita, inovasi dalam bentuk karya dikenal dalam berbagai wujud. Mulai dari hak cipta, paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, indikasi geografis dan indikasi asal.
Fungsi HAKI, kata Arifin, untuk perlindungan hukum terhadap pencipta sekaligus mengantisipasi dan juga mencegah terjadinya pelanggaran atas HAKI milik orang lain. ”Perlu meningkatkan kompetisi, khususnya dalam hal komersialisasi kekayaan intelektual. HAKI akan mendorong para pencipta untuk terus berkarya dan berinovasi, dan bahan pertimbangan untuk menentukan strategi penelitian industri,” kata dia.
Contoh pelanggaran HAKI cukup beragam. Mulai dari mengunggah atau mengunduh ciptaan berupa lagu, video, foto, gambar, tulisan secara tanpa hak. Lalu membuat website dengan mempergunakan gambar, foto, layout, design, video secara tanpa hak juga mengakui karya tulis orang lain sebagai karya yang ditulis sendiri (plagiat).
Narasumber lain webinar itu, Media planner CeritaSantri.id Aina Masrurin menuturkan perlunya menghargai HAKI untuk nilai mental diri sendiri. Mengutip pepatah ajining diri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busono.
“Pribadi seseorang terletak pada lidahnya, komentarnya, jemarinya. Sedangkan nilai badan (kemanusiaan) terletak pada pakaian yang dikenakan atau konten yang diposting, like, dibagikan,” kata Annisa.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Managing Director Indoplus Communications Edy Budiyarso, dosen Universitas Diponegoro Tri Yuningsih, serta dimoderatori Nadia Intan juga Ones selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment