Menuju Smart City, Masyarakat perlu Miliki Digital Skills dan Etika Digital
Banyumas - Smart City merupakan layanan perkotaan melalui pendayagunaan sumber data teknologi informasi dan komunikasi yang diselenggarakan secara kolaboratif antara Pemda dengan para pemangku kepentingan.
Baik dalam lingkup kewilayahan yang secara geografis, sosiologis dan administratif memiliki karakter perkotaan dan memiliki standar tertentu untuk menggerakkan pemerintah, publik dan bisnis.
Hal tersebut dikatakan oleh Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unsri Palembang, Rindang Senja Andarini dalam webinar literasi digital dengan tema ”Implementasi Smart City di Tengah Pandemi Covid” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Rabu (27/10/2021).
Senja mengatakan pendayagunaan sumber data teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan pelayanan itu bertujuan agar lebih efisien, tepat guna, terintegrasi, dan visioner dengan menggunakan potensi Teknologi Infirmasi Komunikasi (TIK), Sumber Daya Manusia dan juga ekosistem.
Senja menyebut domain kota modern dan cerdas, yakni meliputi ekonomi, lingkungan hidup, energi, mobilitas, teknologi, bangunan, dan pemerintah. “Prakarsa kota cerdas dapat menargetkan satu domain, namun pada umumya dua atau lebih domain. Domain yang paling sering ditargetkan adalah energi, lingkungan dan mobilitas,” kata dia,
Senja mengatakan tujuan dari inisiatif kota cerdas ini berupa pengurangan karbon dan O2, mencapai efisiensi energi. Kemudian memanfaatkan TIK untuk mengembangkan industri niche, seperti yang berkaitan dengan konten multimedia atau industri berbasis pengetahuan. “Lalu, juga mencapai lingkungan hidup bermutu tinggi bagi penghuni, mengemabangkan kawasan hijau di dalam kota,” tuturnya.
Menurut Senja, digital skills sangat diperlukan dalam pengembangan smart city. Baik itu di ranah birokrasi, yang mana digitalisasi menuju smart govermance mulai digalakkan melalui layanan daring. Kemudian juga di sektor ekonomi, yang mana smart economy menuntut setiap pelaku industri untuk menerapkan konsep digital marketing.
“Selanjutnya juga di ranah pengelolaan UMKM yang harus mampu melayani penjualan daring dan pembayaran digital menggunakan teknologi seperti QE Code, e-banking, dan e-wallet,” ujarnya.
Narasumber lainnya, Education and Training Pactitioner, Mathelda Christy mengatakan dalam pengembangan smart city ini, hal yang tak kalah penting adalah kemampuan etika digital.
Etika digital ini yaitu kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital atau netiquet dalam kehidupan sehari-hari. “Ruang lingkup dari etika digital ini berupa kesadaran, integritas, kebajikan, tanggung jawab dalam menjadi pengguna digital,” katanya.
Menurutnya, bahasa juga merupakan cerminan dari etika. Penggunaan bahasa yang baik belum tentu tepat. Ia menyebut penggunaannya harus disesuaikan dengan situasi dan keadaan, melihat kepada siapa berbicara.
“Fungsi dari bahasa itu yakni menyesuaikan diri dengan norma sosial, menyampaikan pengalaman, menata kontak sosial, mengatur perilaku, dan mengungkapkan perasaan,” tuturnya.
Dipandu moderator Dannys Citra, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Ali Rokhman (Dosen Unsoed), Yayah Setiyono (Kepala Dinas Kominfo), dan Content Creator, Aprillia Ariesta, selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment