Menguasai Kecakapan Digital Untuk Pelestarian Kebudayaan
Yogyakarta: Bangsa Indonesia terlahir memiliki ragam budaya yang sangat luar biasa. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya etnis yang tinggal dan mendiami pulau-pulau di nusantara.
"Keragaman budaya Indonesia ini sepatutnya menjadi modal dan potensi besar bagi generasi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang berdaulat atas kebudayaannya sendiri, khususnya di era digital saat ini," kata pegiat seni tradisi Madha Soentoro saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Promosi Budaya Indonesia melalui Media Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Yogyakarta, DIY, Selasa (12/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti hampir 900-an peserta itu, Madha mengatakan dengan dengan kondisi Indonesia yang memiliki budaya yang heterogen itu, kita perlu digital ethics.
"Untuk memanfaatkan ruang digital kita perlu menempatkan etika sebagai kebudayaan itu sendiri," kata dia.
Madha menjelaskan etika digital itu perlu dimaknai sebagai satu landasan dalam habitus pada satu pemanfaatan sumber daya intelektual digital, ilmu pengetahuan, serta teknologi juga aspek-aspek, sekaligus nilai-nilai kultural yang telah tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
"Kultur yang terus tumbuh dan berkembang harus berpijak pada akar dan esensi ide-ide lokal, harus tampil sebagai pioner dalam aktivitas ide digital," kata dia.
Madha menjelaskan, dalam upaya promosi kebudayaan di media digital perlu yang disebut aransemen kebudayaan. Ia mengatakan ketika sebagai bangsa pewaris kebudayaan harus dibentuk dengan langkah strategis. Mengaransemen ulang bentuk-bentuk kebudayaan perlu namun tetap memperhatikan esensi dan substansi yang sebelumnya telah hadir.
"Pedoman ini menjadi sangat penting pada konteks promosi kebudayaan sebagai ajang identitas," tegasnya.
Madha menambahkan sebagai sebuah bangsa kita pun juga perlu melakukan refleksi dalam mempromosikan budaya bangsa di ruang digital. Refleksi bertujuan memaknai kebudayaan secara utuh.
"Bukan kemudian meletakkan instrumen-instrumen kebudayaan sebagai alat eksotisme belaka," kata dia. Melainkan dengan mempertemukan ide-ide dari luar dengan pemikiran lokal secara arif merupakan satu langkah tepat.
Dalam membangun iklim dan kebudayaan terutama bagi generasi muda Indonesia melestarikan merawat serta mengaransemen ulang kebutuhan kebudayaan harus berpijak dan kembali pada akar kearifan serta pemikiran yang berangkat dari nurani.
"Jadi jangan sampai kemudian semangat itu roboh dan rapuh sehingga menjatuhkan menjauhkan kita dari substansi kebudayaan kita sendiri," tegasnya.
Narasumber lain digital media specialist Eko Nuryono dalam kesempatan itu berpendapat, untuk mempromosikan kebudayaan di era digital kita membutuhkan sejumlah kecakapan digital.
"Kita perlu memahami aspek identitas digital yang jelas, penggunaan waktu yang tepat, dan etika digital yang memadai," kata Eko.
Selain itu, perlu pula aspek keamanan digital yang memadai, adanya privasi data diri, kemampuan berpikir kritis, dan rekam jejak digital yang baik serta semangat kepedulian.
Eko pun merujuk pesan Ki Hajar Dewantoro bahwa melaksanakan pendidikan dan pengajaran di dalam republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia.
"Pahami jika konten adalah kunci dari era digital ini seperti yang kata Bill Gates (pendiri Microsoft). Bahwa konten itu akan membuat kebudayaan dikemas secara baik dan membuat orang jadi tertarik untuk mempelajari kebudayaan itu. Di sinilah kunci untuk upaya pelestarian dan promosi budaya bangsa," kata Eko.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber penulis Iqbal Aji Daryono, programmer Eka Y.Saputra, serta dimoderatori Fernand Tampubolon juga Cinthia Karani selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment