Membangun Wawasan Kebangsaan Dari Ruang Digital
BLORA: Di tengah kemajuan era digital saat ini, ternyata Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah kebangsaan lainnya. Di antaranya kehadiran media sosial sebagai wadah berbincang dan bertukar informasi antara satu dengan yang lain tentu memberikan dampak yang sangat positif.
“Sayangnya, media sosial juga menjadi arena bagi penyampaian opini, ujaran penuh kebencian (hate speech), dan berita-berita palsu (hoaks),” ujar Dosen Universitas Jenderal Soedirman Dr. Tobirin saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Literasi Digital untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Blora Jawa Tengah, Kamis (16/9/2021).
Pada kesempatan paparannya, Tobirin juga merujuk ulasan harian Kompas 8 Juni 2021 yang menyoroti toleransi di Indonesia saat ini. Bahwa masyarakat sudah toleran menerima perbedaan 61,7 persen dan yang masih tidak toleran 31,5 persen.
Kondisi ini juga tercermin dalam kultur masyarakat kita yang kini sangat mudah untuk marah dan menyelesaikan masalah dengan cara berkonflik antar sesama. Pidato Kemerdekaan Presiden Jokowi 2021pun sempat mengungkap rentannya masyarakat terpapar ideologi trans nasional termasuk dari ruang digital.
“Maka tak pelak lagi, pembangunan wawasan kebangsaan khususnya di ruang digital wajib dilakukan intens, melalui sejumlah jalur yakni pendidikan baik formal, keluarga dan masyarakat serta menguatkan literasi digital,” kata dia.
Pembangunan nilai-nilai wawasan kebangsaan penting untuk menumbuhkan lagi sikap pengorbanan yakni kesediaan mereduksi kepentingan pribadi-daerah-golongan demi kepentingan bangsa, untuk kesederajatan yakni kesempatan yang sama untuk berperan demi bangsa dan kekeluargaan yakni kesediaan untuk menjalin hubungan harmonis diantara sesama anak bangsa.
Narasumber lain Ari Ujianto, seorang penggiat advokasi sosial menuturkan satu persoalan era digital yang kerap menjadi sumber kesemrawutan di ruang digital termasuk hoaks dan kejahatan lain adalah bocornya data pribadi.
“Data pribadi bocor mengundang risiko bisa dipakai melakukan kejahatan bermodal data-data privat itu,” kata Arie.
Arie mencontohkan kejahatan dengan data pribadi yang bocor seperti mmbongkar kata kunci, membuat akun pinjaman online secara diam-diam, profiling untuk target politik atau iklan di media sosial, bobol layanan lain dan telemarketing.
“Walaupun sudah ada aturan mengenai data pribadi di beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk dalam UU ITE tapi semua itu tidak komprehensif, kita sebagai pengguna digital yang harus mawas diri dan berhati-hati,” kata dia.
Arie menuturkan tidak adanya peraturan perlindungan data yang komprehensif berimplikasi pada rentannya perlindungan data seseorang, yang berakibat pada berbagai kerugian.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Ahmad Syaifulloh (Wakil Ketua Bidang Akademik STAI Khozinul Ulum Blora) chmad Husein (anggota KPU Kabupaten Blora), serta dimoderatori Nindy Gita juga Dimas Saksi Nugraha selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment