Memahami Kultur Digital Native dan Tantangan Sebagai Orang Tua
PURBALINGGA: Tantangan para digital native saat ini begitu beragam dan mesti dipahami orang tua. Digital native merujuk milenial generasi pertama, yang lahir setelah dilingkupi perangkat dan informasi digital cara berpikir dan berinteraksi yang sudah lewat screen dan jejaring online.
Perubahan yang sangat cepat tentu membutuhkan kemampuan menyesuaikan diri yang baik karena dunia sudah tanpa batas sehingga distraksi juga semakin tinggi.
"Bila tidak fokus para digital native ini akan menjadi generalis yang tidak memiliki identitas yang khusus," kata Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia Sani Widowat saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Smart School Online : Digital Parenting, Menjadi Orang Tua yang Bijak Bagi Millenials" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (20/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Sani mengatakan tantangan lain yang perlu dipahami karena ketersediaan alat dan sarana yang masih terbatas dan undang-undang perlindungan yang belum mumpuni menjadi satu tantangan sendiri sebagai bagian kebijakan dunia analog.
"Orang tua perlu membangun komunikasi yang terbuka, dan tetap belajar tanpa henti, sehingga kita percaya diri sekaligus bisa menjadi contoh yang baik atau role model bagi anak digital native," kata Sani.
Sani mengatakan orang tua perlu pula berkolaborasi dengan guru, anak dan lingkungan untuk tumbuh kembang anak.
Sani pun membeberkan sejumlah tips menjadi orang tua dari digital native ini. Antara lain menciptakan zona bebas teknologi, lalu tidak menggunakan gawai sebagai penenang, batasi waktu penggunaan gawai alias buat peraturannya dan eksplorasi dunia digital bersama anak.
Narasumber lain webinar itu Dwi Yuliati Mulyaningsih selaku Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IX Provinsi Jawa Tengah mengatakan pada dasarnya kategori pola asuh anak itu ada 4. Yakni pola asuh permisif, pola asuh otoritatif, pola asuh otoriter dan pola asuh yang tidak terlibat.
"Apapun pola asuh itu, orang tua harus memahami profil milenial dan karakteristiknya," kata dia. Milenial itu antara lain memiliki ambisi yang besar untuk sukses. Namun anak juga cenderung berpikir praktis dan berperilaku instan.
"Mereka mencintai kebebasan, punya percaya diri tinggi, cenderung menyukai tantangan, dan keinginan besar untuk pengakuan," kata Dwi.
Sedangkan di sisi lain, milenial ini mahir menggunakan digital dan teknologi informasi.
Oleh sebab itu, orang tua berperan agar kemajuan teknologi dimanfaatkan bijak generasi milenial ini. Karena menggunakan gawai seperti menggunakan pisau bermata dua yang memiliki sisi positif dan negatif.
"Terapkan no gadget time untuk memperbanyak membaca dan menulis," kata dia.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber Novi Kurnia (Dosen UGM), Satria Setyanugraha (Dosen Universitas Perwira Purbalingga) serta dimoderatori Rara Tanjung serta Aprilia Arista selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment