Melindungi diri dengan memperkuat proteksi digital
Grobogan: Pemahaman mengenai proteksi perangkat digital harus dimiliki oleh pengguna perangkat seperti telepon pintar, tablet dan komputer karena aktivitas penggunaan perangkat tersebut sangat rentan dan memiliki banyak resiko yang kemudian bisa terjadi di kemudian hari.
Pengamat kebijakan publik digital, Razi Sabardi mengungkap proteksi identitas digital penting karena sebagai pengguna platform digital kita pasti menyimpan dan mengelola identitas digital data pribadi ke dalam platform tersebut.
“Persoalannya perlindungan terhadap identitas dan data pribadi ini masih jadi persoalan. Apalagi belum semua negara termasuk Indonesia mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan data pribadi supaya hak warga negara di dunia kita bisa dijamin aspek hukumnya,” ujar Razi saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (29/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Razi menuturkan
keamanan digital menjadi proses untuk memastikan penggunaan layanan digital baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman. Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia.
Razi mengatakan proteksi perangkat digital menjadi upaya perlindungan yang bertujuan untuk melindungi perangkat digital dari berbagai ancaman malware. Malware merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk mengontrol perangkat secara diam-diam bisa mencuri Informasi pribadi milik kita bahkan uang dari pemilik perangkat.
“Perangkat lunak perusak ini pun telah digunakan untuk mencuri sandi dan nomor akun dari ponsel, komputer, tablet dengan cara membebankan biaya palsu pada akun pengguna dan bahkan melacak lokasi serta aktivitas pengguna tanpa sepengetahuan mereka,” terang Razi.
Razi menyebut pengguna perlu memahami dan menghindari penipuan digital meski kemajuan teknologi internet terbukti memudahkan berbagai hal. Mulai dari berbagi informasi hingga proses jual beli barang atau jasa melalui berbagai macam aplikasi.
Namun demikian, Razi melanjutkan ada oknum-oknum yang memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut dengan melakukan kejahatan cyber atau kejahatan digital. Pengguna digital menjadi incaran para pelaku kejahatan digital karena aktivitas ini memiliki serangan yang memanfaatkan kelengahan penggunaan teknologi digital.
Sebut saja scam yang strategi kejahatan dengan memanfaatkan empati dan kelemahan pengguna. Metodenya beragam, bisa menggunakan telepon, SMS, WhatsApp, email maupun pesan berantai. Sedangkan spam bisa terjadi dengan beragam bentuk informasi mengganggu yang berbentuk iklan secara halus.
“Iklan halus spam ini yang menjadi titik masuk bagi kejahatan seperti pemalsuan data penipuan pencurian data,” kata dia. Lalu ada phising, istilahnya penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar orang-orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat.
“Biasanya phising dilakukan dengan menduplikasi situs web atau aplikasi bank provider. Jadi ketika kita memasukkan informasi rahasia, uang kita akan langsung dikuras oleh cracker tadi,” kata dia.
Narasumber lain webinar itu, Abdul Rohim selaku redaktur langgar.co
mengatakan tantangan di era digital tak lain realitas kebudayaan baru yang seharusnya tidak merubah kehidupan kita di dunia nyata.
“Jika kita tidak mampu memahami logika era digital ini secara holistik kita hanya akan terjebak pada nalar konsumtif yang tidak produktif. Dalam kerangka nasionalisme kita akan dipecah belah oleh karena terjadi polarisasi sosial ditengah masyarakat akibat kurangnya pemahaman atas penggunaan informasi digital secara bijak,” tegasnya.
Seharusnya, kata Abdul, penggunaan media digital diarahkan pada niat sikap perilaku yang etis demi kebaikan bersama dan meningkatkan kualitas kemanusiaan.
Ikut memberikan pendapatnya, Evelyne Henny Lukitasari selaku dosen UIN Sahid Surakarta menuturkan ada banyak peran digital skill untuk memilah dan memilih informasi sebelum menyebarkannya.
“Digital skill yang dibutuhkan bisa berpikir kritis, tidak mudah percaya, cek-ricek, pilih dan pilah informasi, semua data dan konten digital serta budayakan membaca tuntas informasi,” tegasnya.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber dosen UGM Pradhikna Yunik Nurhayati serta dimoderatori Rahmat Ibrahim juga Astari Vern selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment