Melawan Konten Negatif dengan Mengisi Konten Positif di Ruang Digital
Pekalongan – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (2/10/2021) dengan tema “Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Lawan Hoaks”. Tema ini dikupas oleh empat narasumber dengan pendekatan empat pilar literasi digital: digital culture, digital ethics, digital skills, dan digital safety.
Moderator Bobby Aulia (entertainer) menghadirkan narasumber Rhesa Radyan Pranasthiko (digital marketer), Arif Hiayat (dosen Universitas Negeri Semarang), Ahmad Wahyu Sudrajad (pendidik PP Alqadir Yogyakarta), Mohammad Adnan (CEO Viewture Creative Solution). Serta Brigita Ferlina (news presenter) sebagai key opinio leader.
Narasumber Mohammad Adnan menjelaskan bahwa teknologi telah membawa perubahan-perubahn besar dalam kehidupan manusia. Handphone misalnya merupakan teknologi yang membuat manusia dapat saling terhubung dan mendapatkan akses informasi dengan mudah dan cepat. Pada praktiknya teknologi menuntut manusia untuk mempunyai digital skill agar bisa beradaptasi.
Kecakapan digital adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Agar bisa survive, masyarakat harus punya pengerahuan menyeluruh tentang perangkat digital beserta komponen-komponennnya.
Selain dari sisi-sisi positif perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan, sisi negatif dari teknologi yang tak luput dihadapi. Tantangan konten-konten negatif yang mengisi ruang digital perlu disikapi dengan bijak. Ada banyak sekali jenis konten yang dapat merusak kesehatan, kesejahteraan, dan hubungan antar pengguna. Konten negatif yang mesti diperangi diantaranya konten berisi ujaran kebencian, perundungan, pornografi, radikalisme, kekerasan, dan hoaks.
“Hoaks adalah ekses negatif dari kebebasan bicara di internet, dan itu menjadi salah satu tren terburuk penggunaan media sosial. Konten hoaks diproduksi dengan berbagai alasan dan berbagai tujuan, dari yang hanya main-main, ekonomi hingga politik,” jelasnya.
Kecakapan digital yang perlu diketahui adalah bagaimana memanfaatkan fitur-fitur yang ada pada piranti ponsel pintar, menggunakan mesin pencarian untuk membantu menemukan solusi, dan piranti aplikasi yang menyediakan berbagai kebutuhan. Sayangya penggunaan internet menciptakan algoritma yang akan membawa efek filter bubble dan echo chamber yang membuat penggunanya semakin terpolarisasi, mereka hanya akan mendapatkan informasi dari satu sudut pandang sesuai preferensi aktivitas digitalnya.
“Oleh sebab itu untuk mengurangi hal-hal negatif itu perlu diperangi dengan membuat konten-konten yang positif. Membuat konten sesuai karakter dengan melakukan riset dan menyinergikan keduanya untuk dikreasikan dan dimodifikasi menjadi konten yang menarik,” imbuhnya.
Mengemas konten menarik dengan membuat caption unik atau grafis yang menarik. Membuat kemasan konten menarik dapat memanfaatkan aplikasi penyedia layanan gambar gratis di Freepik, Unsplash dan sebagainya, atau melalui aplikasi Canva yang menyediakan beragam template menarik yang gratis. Atau untuk menunjang konten audio dan video dengan Visplay, Kine Master dan sebagainya.
Sementara itu Ahmad Wahyu Sudrajad menambahkan bahwa dari sisi keagamaan membuat atau menyebarkan hoaxksjuga dilarang dalam ajaran agama. Mengutip surat Annur ayat sebelas disebutkan bahwa kita tidak boleh membawakan kebohongan sebab akan selalu ada balasan pada setiap perbuatan yang dilakukan.
Keterangan ayat tersebut menurut Ahmad Wahyu Sudrajad masih sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Menyebar hoaks ada ancaman pidananya, dan setiap aktivitas digital adalah jejak digital yang menunjukkan personal penggunanya.
“Khususnya orang tua dan pendidik harus memberikan pemahaman terkait konsep dan praktik kabar hoaks di lapangan sehingga anak dan peserta didik dapat bersikap bijak dalam menggunakan internet dan mengakses media sosial,” pungkasnya. (*)
Post a Comment