Manusia jadi kunci bermanfaat tidaknya transformasi digital
Grobogan - Pendiri dan pengasuh Pure Cosciousness Indonesia Bang Aswar menuturkan transformasi digital di satu sisi dianggap telah menyelesaikan masalah tradisional manusia dengan teknologi. Masalah tradisional berarti masalah manusia dalam hubungannya dengan ruang-waktu.
“Tapi problem utamanya dengan situasi itu, kemajuan teknologi menghadapi tantangan terbesarnya juga yakni perilaku manusia itu sendiri,” kata Aswar saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (21/9/2021).
Manusia, menurut Aswar, mesti berhadapan dengan beragam perspektif keamanan digital. Agar tak terjebak dengan masalah akibat kemajuan teknologi. “Manusia sebagai pengguna harus menuntaskan masalah berkaitan dengan kognitif, afektif, dan behavioral,” tegas Aswar.
Kognitif menurut Aswar dalam artian manusia perlu memperluas pengetahuannya untuk memproteksi diri dan perangkat digital.
“Dari sisi afeksi manusia perlu menumbuhkan kesadaran untuk saling melindungi antar warga digital,” kata dia. Sedangkan dari sisi behavioral manusia perlu meningkatkan kesadaran dan kebiasaan untuk selalu waspada di dunia digital.
“Tak cukup itu, manusia pun dalam berhadapan dengan teknologi harus mengasah sisi empatinya,” kata Aswar.
Empati yang dimaksud sebagai kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, melihat dari sudut pandang orang tersebut, dan juga membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang tersebut.
“Empati ini memainkan peran penting dalam membangun dan menjaga hubungan antara sesama manusia,” kata Aswar.
Narasumber lain webinar itu, Hadi Purwanto selalu Kasi Pendidikan Madrasah Kankemenag Kabupaten Grobogan mengatakan kemajuan teknologi digital membuat masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi secara online.
“Dunia seperti tanpa sekat lagi, sisi positifnya ketika kita bisa memanfaatkan digital dengan baik maka jadi akses wawasan keilmuan,” kata dia. Namun sisi negatifnya, bisa memicu hoaks, pornografi, ujaran kebencian dan dampaknya bisa memecah belah masyarakat.
“Maka etika digital perlu diterapkan karena dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai macam perbedaan sehingga sangat mungkin pertemuan secara global,” katanya.
Purwanto menambahkan, etika yang perlu dikembangkan, menyadari penerima informasi adalah manusia yang memiki perasaan, akhlak, kekritisan dalam berfikir. Unggahan hendaknya dipertimbangakan dengan matang, tidak asal posting.
“Gunakan bahasan yang elegan dengan prinsip saling menghargai, menghormati,” kata Purwanto seraya mengingatkan lebih baik mengunggah hal yang bersifat mendidik atau Tarbiyah.
“Hindari kalimat-kalimat negatif yang dapat melukai perasaan orang lain. Prinsip khoirun anfa’uhum linnas,” kata dia.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber praktisi community development Iwan Gunawan, Pengawas Kantor Madrasah Kementerian Agama Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Suyanto, serta dimoderatori Bunga Cinka juga Putri Juniawan selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment