Mandiri Cegah Radikalisme dengan Prinsip Think Before Posting
Kota Pekalongan – Isu radikalisme pernah menghantui sejarah Indonesia, bahkan hingga hari ini radikalisme masih jamak ditemukan. Saluran media digital tak luput menjadi sarana penyebaran paham radikal. Hal ini disampaikan oleh Ceo Jaring Pasar Nusantara Muhamad Achadi saat mengisi webinar literasi digital yang diselenggarakan Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kota Pekalongan, Jawa Tengah, dengan tema “Menguatkan Kebangsaan Antisipasi Radikalisme Digital”, Kamis (14/10/2021).
Mohamad Achadi dari sisi budaya digital menjelaskan bahwa masuknya paham radikal dapat dihalau jika nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal tertanam kuat dalam diri. Paham radikal muncul ketika rasa toleransi sudah minim, sedangkan Pancasila yang menjadi dasar negara mengajarkan warga untuk merangkul perbedaan dalam harmoni Bhinneka Tunggal Ika.
Di era digital, modus doktrin paham radikal masuk melalui saluran-saluran media digital dengan menyusupkan misinya melalui saluran tentang tanya jawab soal agama, tata cara beribadah, pendidikan dan sebagainya. Atau juga menciptakan narasi-narasi yang mempertentangkan antara agama dan negara, ajaran agama dengan Pancasila, dan antara agama dan budaya.
Pola rekrutmen anggotanya pun dilakukan dengan pendekatan secara halus kemudian direkrut ke dalam suatu kelompok. Dari sini proses baiat atau sumpah dilakukan, selanjutnya akan dibina dengan pencucian otak hingga pada taraf tertentu dapat menimbulkan aksi terorisme dan kekerasan lainnya, bahkan rela melakukan bom bunuh diri.
“Pencegahan paham radikal dapat dilakukan dengan mengasah pola pikir kritis dalam bermedia sosial agar terhindar dari doktrin dan sugesti yang menjadi awal pintu masuk perekrutan. Dengan nalar kritis kita bisa menolak dengan tegas ketika ada ajakan atau tawaran ke grup media sosial yang berisi indoktrinasi paham radikal,” jelas Achadi.
Karena paham radikal kerap kali didasari atas alasan agama, maka mempelajari agama harus dilakukan secara utuh. Selektif memilih lembaga pendidikan, pilih guru dan tokoh agama yang benar-benar menguasai ilmu agama dan memiliki sanad keilmuan yang jelas. Memilih tokoh agama yang memang memiliki keteladaan dalam menyampaikan ajaran agama dengan sejuk dan damai.
“Juga yang sangat penting adalah memperkuat nilai-nilai pilar kebangsaan dalam kehidupan, berpedoman pada Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 45, dan memegang teguh NKRI,” ujarnya.
Sementara itu dosen HI Universitas Budi Luhur Anggun Puspitasari menambahkan bahwa radikalisme merupakan salah satu bentuk pencemaran di ruang digital yang menimbulkan suasana negatif. Oleh sebab itu perlu menjadi bijak dalam bermedia.
Ia mengutip ajakan Presiden RI bahwa membangun literasi digital merupakan kerja bersama pemerintah dan masyarakat. Sehingga peran aktif setiap pengguna media digital sangat penting untuk mandiri mencegah radikalisme. Menjadi agen perubahan dengan berpikir ulang sebelum mengunggah konten atau saring dulu sebelum membagikan informasi. Mempertimbangkan apakah dalam aktivitas digital sudah sesuai nilai kebaikan.
“Bersama mengantisipasi radikalisme dengan etika bermedia digital. Mengambil jeda untuk mencerna informasi sebelum memutuskan untuk mengunggahnya,” jelasnya.
Dalam berinteraksi online, warga digital mesti kritis memilah dan memilih forum dan akun yang diikuti. Sebab forum yang diikuti mencerminkan siapa diri kita, karena media digital mempunyai sistem algoritma yang akan memberikan topik-topik serupa. Artinya ketika mengikuti forum yang mengumbar provokasi, intoleransi, ujaran kebencian maka yang muncul di media sosial adalah topik-topik serupa.
“Jadi dari medsos kita harus membenahi apakah sudah mem-follow hal yang positif, apakah circle forum yang kita ikuti membagikan kebaikan atau berisi hal negatif. Dengan berpikir kritis kita punya kendali untuk meninggalkan forum tersebut dan melakukan unfollow. Perbanyak membaca referensi literasi media. Dengan membaca kita bisa memahami konten dan membedakan info benar dan salah,” jelas Anggun Puspitasari.
Dikusi yang dimoderatori oleh Fikri Hadil (entertainer) juga diisi oleh Ahmad Rosyidi (jurnalis Betanews.id), Ari Ujianto (penggiat advokasi sosial), serta Mohwid (akademisi S3) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membedah tema diskusi dari sudut pandang literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, digital safety. (*)
Post a Comment