Lawan Hoaks Sekarang atau Masyarakat Jadi Konsumen Kabar Bohong
BREBES – Teknologi digital telah berkembang sangat jauh. Inovasi demi inovasi telah dilahirkan, dunia digital semakin semarak dan semakin canggih. Media sosial yang merupakan ruang digital bagi banyak manusia dalam berinteraksi adalah salah satunya. Pertukaran informasi di dalamnya adalah hal yang niscaya, dan di dalam pertukaran itu pula muncul informasi-informasi menyesatkan.
Pada webinar literasi digital yang bertajuk ‘Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong’ yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pada Jum’at (13/08), Agus Sulistyo mengajak masyarakat untuk kompak dan sigap dalam melawan berita bohong, atau yang biasa disebut hoaks. Lini penyebaran kabar bohong terbanyak ada pada media sosial, disusul aplikasi chatting dan situs web.
“Kita sering sekali mengakses media sosial. Ini sungguh mengkhawatirkan,” jelasnya.
Agus Sulistyo, yang merupakan seorang Komisioner Bawaslu Kota Surakarta dan Pemerhati Literasi, memaparkan jenis kabar bohong yang sering diterima oleh masyarakat. Kabar bohong mengenai sosial dan politik berada di urutan pertama, disusul oleh kabar bohong tentang SARA dan kesehatan. “Penyebaran yang tidak sedikit ini tentu harus segera ditangani. Kalau tidak, masyarakat kita akan jadi masyarakat konsumen kabar bohong,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Agus Sulistyo juga menjelaskan apa saja yang menjadi elemen kabar bohong atau hoaks, yaitu menggunakan kalimat persuasif yang memaksa, artikel penuh huruf besar, merujuk pada kejadian lampau, terkesan menakut-nakuti, provokatif, dan menyasar suatu golongan atau orang tertentu.
“Dampak kabar bohong seperti intoleransi, terpecahnya masyarakat, dan disintegrasi sungguh merugikan kita,” ungkapnya.
Rahmat Afian Pranowo, narasumber lain dalam webinar, memaparkan lebih lanjut mengenai tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap informasi yang beredar di internet. Menurut Rahmat Afian Pranowo, 5,5 persen masyarakat indonesia masih menganggap informasi di internet sepenuhnya dapat dipercaya, sedangkan 26,1 menganggap sebagian besar dapat dipercaya, dan 27,5 menganggap setengah informasinya dapat dipercaya.
“Tidak semua hasil penelusuran mesin pencarian informasi benar. Diperlukan kompetensi kritis pengguna untuk dapat menyaring informasi yang diperoleh,” jelasnya kepada peserta webinar.
Rahmat Afian Pranowo, yang merupakan Fasilitator Nasional, mengajak untuk berhati-hati dalam memilah informasi. Rahmat Afian Pranowo memaparkan ada tiga jenis informasi keliru yang beredar, yaitu misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Rahmat juga mengajak masyarakat untuk menerapkan STOP, yang artinya See (lihat dan kenali hoaks), Talk (diskusikan), Observe (amati), Prevent (cegah). “Mari kita sebarkan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk masyarakat kita,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rahmat Afian memberikan prinsip-prinsip untuk masyarakat supaya tangkas dalam menggunakan internet. Prinsip-prinsip itu adalah cerdas berinternet, cermat berinternet, tangguh berinternet, bijak berinternet, dan berani berinternet.
Dipandu oleh moderator Nabila Nadjib (TV Presenter), webinar ini juga menghadirkan Syifa Fatimah (Putri Muslimah Indonesia 2017) sebagai key opinion leader, narasumber Ahmad Fariq Alfaruqi (Penulis & Editor), dan Musta’in (Pengawas Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara). (*)
Post a Comment