Lahirnya Budaya Local Pride Mesti Terus Dikembangkan
SEMARANG – Local pride, kebanggaan pada produk lokal, justru sedang bergema di pasar digital. Bahkan, gaungnya justru di kalangan milenia dan generasi Z yang lahir antara tahun 1980 s.d. 1996 dan kelahiran 1997 s.d. 2000. Mereka mencari produk keren dan inovatif, membuat produk keren itu sendiri, demi kepuasan diri dan ternyata dipasarkan di beragam e-market justru disukai dan menjadi bisnis yang mendatangkan ’cuan’ di kalangan kaum muda Indonesia masa kini.
”Ini fenomena menarik. Jadi, siapa bilang produk lokal ketinggalan zaman? Sudah tidak lagi kaleee..,” ungkap Dinda Citra Azalea, seorang social media analyst, saat mengurai topik ”Komoditi dan Produk Lokal dalam e-Market”, dalam webinar literasi digital Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga masyarakat Kota Semarang, JawaTengah, 2 Juli 2021.
Dinda mengajak menengok banyak outlet marketplace dan beragam toko online di Shoope dan Tokopedia atau banyak toko online di beragam lokapasar lain, yang makin semarak dengan ribuan produk lokal buatan anak negeri. Ada sepatu merek Brodo yang keren dan terkesan mewah, lux, tapi bisa dibeli tak sampai Rp 300 ribu. Juga, jam tangan berbahan kayu khas Indonesia merek Matoa, yang sangat terkesan premium dan dipajang di banyak marketplace. Belum lagi banyak produk perawatan kecantikan modern beragam merek.
”Jangan kaget juga banyak sekali camilan kekinian yang menarik isi, rasa, juga kemasannya, dan sudah dipasarkan lintas negara. Aneka keripik buah dengan rasa yang unik, juga kue-kue kekinian. Laris, sold out, dipesan sampai Eropa dan negara Arab. Ini sungguh membanggakan dan mesti terus dikembangkan dengan dukungan kolaboratif pemerintah dan ribuan UMKM, juga start up,” cerita Dinda, lebih detail.
Dinda Citra sangat antusias membincangkan topik menarik itu di siang teriknya Semarang bersama panduan asyik moderator Hary Perdana, juga tiga pembicara lain: Maisaroh (dosen FE Universitas Islam Indonesia – Yogyakarta), Amni Zarkasy Rahman (dosen Universitas Diponegoro Semarang) dan Murniandhani Ayusari (kreator konten dari Jaring Pasar Nusantara.id), serta Riska Yuviska, Miss Halal Tourisme Indonesia 2018 yang tampil sebagai key opinion leader.
Memang, kemudahan dan kecepatan yang dihadirkan pasar digital dalam beragam platform lokapasar saat ini membuat pasar online beragam produk lokal terdongkrak signifikan. Dan, ini jelas sangat membantu survive banyak pelaku UMKM yang memproduksi berbagai produk lokal.
”Coba kalau siang atau sore kita di Semarang bingung mau makan lauk apa? Klik saja bandeng presto Semarang di Google Search, maka akan ada puluhan merek bandeng presto gurih bisa dipesan cepat dan tinggal bayar dengan banyak cara bayar: bisa Dana, OVO atau Shopeepay, maka sejenak kemudian bandeng presto sudah diantar kerumah. Sesuatu yang tak terpikirkan sebelumnya,” kata Amni Zarkasy.
Begitu pula ketika ada tamu dadakan, lanjut Amni, bisa pesen gofood aneka lunpia Semarang, bisa dipesan cepat ke rumah. ”Jadi, kuncinya rasa kecintaan pada produk lokal. Local pride dan kesadaran ribuan UMKM untuk segera go digital mesti jadi sinergi yang menyelamatkan ekonomi rakyat dalam masa pandemi ini,” pesan Amni Zarkasy, serius.
Memang, tidak semudah mereka yang sudah bisa mengatasi. Faktanya, masih ada jutaan pengusaha UMKM lain yang punya tantangan serius menghadapi problem go digital produk lokalnya. ”Biasanya terkait kemampuan produksi yang belum siap saat produknya ternyata disukai pasar digital, dan butuh kapasitas produksi lebih besar. Juga, soal standar kualitas, dan terbanyak soal gaptek. Masih banyak pengusaha yang gaptek,” ujar Murniandhani, pembicara lain.
Jadi? Menurut Murniandhani, solusinya memang butuh pendampingan. Baik untuk mendongkrak produksi maupun dukungan modal baru. Dukungan peran pemerintah dinanti pula di sini. Kalau soal kegaptekan, bisa belajar dan terus berkolaborasi dengan kaum milenia yang dalam satu UMKM pasti selalu ada tenaga mudanya.
”Peran kaum muda milenia dan generasi Z yang mengajari sampai tuntas kecakapan digital seniornya. Yang senior jangan malu belajar, karena itu keduanya mesti kolaboratif dalam hal IT, inovasi produksi, dan mencari mitra investor yang saling menguntungkan. Kolaborasi dua generasi memang sudah jadi tuntutan zaman di era pandemi saat ini,” terang Murniandhani dari JaringPasarNusantara.id berbagi pengalaman. (*)
Post a Comment