Kemampuan Mencerna Informasi Diharapakan Hindarkan dari Penipuan
Semarang – Pada 2020, populasi kelompok milenial di Indonesia telah mencapai 34 persen. Jumlah yang cukup besar itu diperkirakan akan terus mendominasi hingga 2035. ”Kelompok yang sangat besar ini mempunyai ciri dan perilaku sebagai pengguna internet dengan rata-rata ‘mengkonsumsi’ internet lebih dari 7 jam dalam satu hari,” kata Social Media Communication PT Cipta Manusia Indonesia Annisa Choiriya pada webinar literasi digital gelaran Kementerian Kominfo di Kota Semarang, Jawa Tengah, 15 Juni.
Mengusung topik “Milenial sebagai Guru Literasi Digital”, webinar dipandu oleh moderator Zacky Ahmad. Selain Annisa, hadir narasumber lain; Solahudin, Novitasari dan Zahid Asmara serta Bella Ashari selaku key opinion leader.
Annisa menyatakan, pada umumnya tingkat loyalitas kelompok milenial boleh dibilang masih sangat rendah. Meski begitu, mereka menyukai kerja cerdas, mudah beradaptasi, dan bekerja lebih efektif. ”Milenial ini sudah terbiasa multi tasking, mampu mengerjakan dua sampai tiga pekerjaan sekaligus dalam sehari,” ujarnya.
Ciri lain kelompok milenial, cuek dengan isu politik. ”Milenial cenderung acuh tak acuh dengan dunia politik, dan lebih menyukai film, olahraga maupun IT. Mereka lebih peduli pada masalah sosial, senang berbagi dan memiliki solidaritas yang tinggi,” paparnya.
Annisa berpesan kepada kaum milenial agar lebih bijak dalam berinteraksi di media sosial. Selain itu, para milenial diharapkan mampu memilah-milah informasi, dan tidak asal menelan mentah-mentah informasi yang diterima.
Digital skill adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras, serta perangkat lunak atau software maupun sistem operasi digital yang ada.
Oleh karena itu, lanjut Aniisa, semua perangkat tersebut membutuhkan akses internet untuk jaringan komunikasi. Fungsinya untuk menghubungkan satu perangkat ke perangkat lain. Inilah yang disebut internet protokol.
“Dengan adanya internet protokol, jangan pernah memberikan informasi pribadi atau informasi sensitif melalui jaringan publik. Bagi yang aktif di media sosial, harus memperhatikan cara menggunakan media sosial. Jangan sampai merugikan diri sendiri atau orang lain,” jelas Annisa.
Di sesi lain, narasumber Solahudin berbicara mengenai kenyamanan berdigital yang harus diantisipasi dengan perkembangan aplikasi dan akses aplikasi. Hal itu harus dilakukan karena maraknya penipuan digital.
”Dunia digital telah mengubah cara pandang dan cara berpikir manusia. Dunia digital juga menawarkan bagaimana cara mengetahui banyak hal, baik informasi yang benar maupun informasi hoaks yang marak di media sosial,” kata Solahudin.
Bagi Solahudin, kemampuan mencerna sebuah informasi harus dimiliki oleh pengguna media sosial. Sehingga, informasi yang didapat merupakan informasi yang benar adanya dan jelas asal-usulnya.
”Yang perlu diantisipasi dalam menggunakan media digital adalah bagaimana mengantisipasi informasi yang beredar di dunia maya, bagaimana mengamankan data pribadi dan bagaimana cara bermedia sosial yang baik dan berbudaya,” pungkas Solahudin. (*)
Post a Comment