Kebebasan Berekspresi Punya Batasan, Ini Hal yang Perlu Dihindari
Klaten – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar webinar literasi digital bagi masyarakat di Klaten, Jumat (15/10/21). Tema kegiatan tersebut yakni "Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital" dan dikupas dari empat sudut pandang literasi digital yang meliputi: budaya digital, keamanan digital, kecakapan digital dan etika digital.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Bobby Aulia (entertainer) tersebut menghadirkan Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah), I Nyoman Yoga Segara (Dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar - IAPA), Arif Hidayat (Dosen Universitas Negeri Semarang), Novitasari (Dosen Universitas Tidar) dan Sumedi (Praktisi Pengembang Website) sebagai pembicara. Serta Stephanie Cecillia (Founder Mediccation.id, 2nd Runner-up Miss Grand Indonesia 2018) sebagai Key Opinion Leader.
Dalam webinar tersebut, Arif Hidayat menuturkan, kebebasan berekspresi di internet adalah ketika kita bisa bebas menyampaikan perasaan, opini, kritik, tanpa rasa takut dibully. Namun tetap menghargai orang lain. Serta bisa mengunggah foto tanpa dikritik orang lain karena tidak senonoh.
"Kebebasan berekspresi berarti kita bisa berekspresi sebebas-bebasnya. Mulai dari topik politik hingga kehidupan sehari-hari, namun tetap sesuai dengan norma dan aturan masing-masing," paparnya dalam webinar tersebut.
Ia menambahkan, kebebasan berpendapat dan berekspresi juga dapat mengancam ketertiban umum. Seiring dengan hadirnya hoaks sebagai kesalahan informasi di dunia maya. Selain itu, information disorder seperti disinformasi, misinformasi dan malinformasi akan mengganggu unsur dalam berpendapat dan berekspresi.
"Kebebasan berekspresi bukan tidak memiliki batasan. Tetap ada batasan seperti tidak melanggar dan melukai orang lain. Serta tidak boleh membahayakan kepentingan publik, negara dan masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, Dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar I Nyoman Yoga Segara memaparkan, kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang. Tak hanya itu, kebebasan berekspresi juga berhubungan dengan hak asasi lainnya. Seperti kebebasan berfikir dan berkeyakinan. Berserikat serta berkumpul dengan makhluk sosial lainnya.
"Di Indonesia ada beberapa hal yang dilakukan untuk membatasi kegiatan berekspresi di media sosial. Salah satunya dengan penghapusan mural yang baru saja terjadi akhir-akhir ini. Kemudian penangkapan terkait kritik terhadap pemerintah," ulasnya.
Ia menambahkan, literasi digital diperlukan dalam hal ini. Agar tidak ada kesalahan dalam berekspresi dan menanggapi hasil ekspresi tersebut. Selain itu, memahami budaya digital juga penting agar tidak terjadi misinformasi yang menimbulkan perdebatan.
"Inti dari penegakan etika di dunia maya adalah tidak melakukan sesuatu yang buruk. Baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Pasalnya apa yang kita di dunia maya adalah cerminan diri kita di dunia nyata, " pungkasnya. (*)
Post a Comment