Karakter Pancasila dalam Bermedia Digital
Sragen - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI kembali menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Senin (2/8/2021). Gerakan literasi digital merupakan program nasional dengan tujuan untuk meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi digital dan internet.
Tema "Menjadi Cerdas di Era Digital" dipilih dalam diskusi kali ini dan dikupas menggunakan perspektif empat pilar literasi digital yang meliputi digital ethics, digital skill, digital culture, digital skill.
Pengawas Madrasah Kabupaten Grobogan Suyanto menjelaskan bahwa potensi penggunaan internet kian meningkat seiring adanya pandemi Covid-19. Pada 2020 data penduduk yang memiliki koneksi ke internet mencapai 175 juta jiwa atau 64 persen dari jumlah penduduk, dan kemungkinan bertambah pada tahun 2021.
Salah satu penggunaan internet banyak dilakukan untuk mengakses media sosial seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, Youtube dan sebagainya yang dapat menunjang keperluan interaksi dan komunikasi. Angka pengguna media sosial di Indonesia pun cukup tinggi, yaitu 59 persen. Realita ini menunjukkan bahwa saat ini kita telah menjadi digital citizen atau warga digital.
"Internet itu baik dan juga berbahaya. Kehadiran internet telah mengubah perilaku masyarakat khususnya pola interaksi antar sesama, dari yang sebelumnya interaksi terasa intim dan dekat karena kehadiran kini interaksi terasa mendekatkan yang jauh tetapi menjauhkan yang dekat," ujar Suyanto.
Internet juga merubah pola kebutuhan. Gawai mempermudah pemenuhan kebutuhan hidup mulai dari transaksi perbankan, belajar dan bekerja. Begitu juga pola komunikasi dan interaksi telah berubah. Komunikasi menjadi begitu mudah dan tanpa batas. Namun sebagai digital netizen yang cerdas, perilaku di media digital perlu dibarengi dengan etika dan etiket.
"Bermedia digital itu harus dilakukan dengan penuh kesadaran, yaitu sadar dengan apa yang dilakukan. Harus berintegritas atau jujur, menyampaikan informasi dengan benar dan tidak melanggar hukum. Harus bertanggung jawab pada setiap perbuatan yang dilakukan di internet. Serta selalu berbuat kebajikan," jelas Suyanto.
Menjadi digital netizen yang cerdas harus bisa menghormati hak digital pengguna lainnya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sopan, tidak menggunakan kata-kata jorok, menaati aturan yang berlaku. Sedangkan dalam memproduksi dan menyebarkan informasi harus dipikir ulang sebelum dibagikan. Pertimbangkan siapa saja yang dapat melihat informasi itu, pastikan dulu kejelasan informasi agar tidak multitafsir atau menyinggung perasaan orang lain.
"Penting dalam bermedia digital untuk saring dulu sebelum share. Pastikan kebenarannya, kebermanfaatannya, urgensinya, tidak melanggar hukum, dan pastikan informasi tersebut mengandung kebaikan," ujarnya.
Kepala Kankemenag Kabupaten Sragen Hanif Hanani menambahkan dari perspektif budaya digital. Ia mengatakan kebiasaan baru muncul seiring dengan perkembangan teknologi. Digitalisasi menjadi hal tak terhindarkan. Penggunaan teknologi yang tidak bijak bisa mengakibatkan dampak yang negatif.
Sebagai warga Indonesia, budaya digital harus ditekankan untuk tetap menjaga karakter kebangsaan. Artinya karakter dari ajaran Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus disematkan dalam setiap aktivitas digital.
"Dunia digital adalah tempat dimana semua orang dengan berbagai latar belakang berkumpul, perbedaan selalu ada. Menerapkan budaya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika kemudian menjadi acuan utama dalam bersikap di dunia digital. Karena di dalamnya mengajarkan nilai cinta kasih, saling menghargai dan menghormati, menjaga nilai kebersamaan, memahami hak demokrasi dan mengajak untuk gotong royong atau kolaborasi pada kebaikan," urai Hanif Hanani.
Implementasi budaya Indonesia di ruang digital dapat ditunjukkan dengan membuat konten yang mengangkat budaya lokal, bersikap santun dan sopan ketika berkomunikasi dan berinteraksi, dan menumbuhkan cinta pada produk lokal ketika berbelanja.
Dipandu moderator entertainer Triwi Dyatmoko, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber peneliti Paramadina Public Policy Septa Dinata, marketing dan cummunication specialist Ahmad Khoirul Anwar, dan Virginia Obed selaku key opinion leader(*)
Post a Comment