Jaga Jejak Digitalmu, Aman Sebagian Masa Depanmu
Semarang : Judul berita tabloid Kontan belum lama ini tak berlebihan. ”Calon Karyawan Hati-hatilah, Kini HRD Lakukan Background Cek sampai ke Medsos Anda”. Ada pula berita lain, ”Cegah Radikalisme, Pemerintah Telusur Medsos CPNS”. Kini, era digital, jejak digital terkait segala apa yang Anda tinggalkan saat berinteraksi di jagat digital akan turut menentukan sebagian masa depan Anda. Walau bukan segalanya, ada dan ditentukan di sana. Tapi hati-hati dan jaga diri saat berinteraksi adalah langkah yang cerdas dan bijak kita lakukan.
”Nah, salah satu yang jangan dianggap enteng, kendalikan kebiasaan yang penting posting. Sekarang ubah menjadi think before posting, pikirkan sebelum posting. Kalau tidak paham dan tidak ada urusan dengan isunya, bagusnya kendalikan diri. Jangan suka asal nimbrung posting, kalau ternyata hanya mengundang mudharat,” ujar Abdul Latief, dosen IAIN Salatiga.
Latief melanjutkan, kita tidak tahu respon orang. Dari jutaan netizen yang baca atau lihat, berapa yang punya persepsi sama. Kalau berniat jahat, bisa saja mereka cuma capture komentar kita dan digunakan di lain kesempatan entah dengan agenda apa. ”Jadi, jaga dan amankan jejak digital Anda, karena dengan begitu bisa menjamin sebagian masa depan Anda akan aman,” pesanAbdul Latief, saat berbicara dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Semarang. Webinar dibuka dengan keynote speech dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wali Kota Semarang Hendar Priadi, 14 Oktober 2021.
Abdul Latief tak sendirian tampil dalam diskusi yang bertema ”Cerdas dan Bijak Berinternet, Pilah-Pilih Sebelum Sebar”, yang diikuti ratusan peserta lintas profesi dan generasi. Dimoderatori oleh Boby Aulia, ditemani key opinion leader presenter RCTI, Safinaz Nachiar, tampil pula tiga pembicara lain. Yakni, Amri Zarkazy Rahman, dosen Undip Semarang; Abdul Rochim, redaktur Langgar.co, dan Labibah Zein, Presiden Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam (APPTIs).
Lalu, apa yang mesti diperhatikan dalam menjaga etika digital agar jejak digital kita terawat bagus? Labibah Zein berbagi beberapa pesan penting. Usahakan kalau hati panas atau sedang bad mood atau malah lagi puncak emosi, menjauhlah dari smartphone atau laptop Anda. ”Karena biasanya postingan atau unggahan konten yang dilakukan dalam suasana begitu cenderung irasional, kurang akurat dan besar peluangnya hanya akan menyebar kebencian dan hal lain yang cenderung mudharat,” ujar Labibah.
Hal penting lain yang mesti dijaga di ruang digital, lanjutnya, biasakan membaca informasi sampai tuntas agar kita dapat memahami informasi secara lengkap. Jangan biasakan baca judul tanpa mencerna dan langsung sharing, itu hanya memperbesar potensi Anda sebagai penerus dan produsen hoaks.
”Hasil riset Badan Nasional Pencegahan Terorisme yang menyebut banyak anak SMA, PNS dan pegawai BUMN yang setuju khilafah dan terkesan anti-pemerintah, lahir karena kebiasaan itu. Tidak cerna dan sabar dulu saat terima info, dan terbiasa sebar tanpa sabar. Padahal mestinya kalau infonya meragukan stop di jempol Anda. Sabar tak perlu sebar,” terang Labibah, membuat ratusan peserta manggut-manggut.
Dan, yang pasti, jangan sembrono menyebar ujaran kebencian dan kabar bohong atau berita palsu di internet. UU ITE No. 19 tahun 2016 sangat jelas mengatur dalam Pasal 27 ayat 1 tentang ujaran kebencian dan ayat 2 tentang hoaks. Penyebar dan pelakunya lewat internet bisa dituntut pidana kurungan maksimal 6 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar. ”Itu hukuman nyata di dunia, duit dendanya juga mesti dibayar beneran. Jadi jangan sembrono,” pungkas Abdul Latief. (*)
Post a Comment