Jadikan Membaca Buku Gaya Bebasmu Dalam Memburu Ilmu
Pemalang: Bung Hatta, sang proklamator, pernah berpesan, ”Aku rela dipenjara berulang kali asal ditemani buku, karena dengan buku aku merasa jadi manusia bebas.” Begitu pentingnya arti buku dalam hidup Bung Hatta, sehingga beliau takut terpisah lama dengannya. Tapi kalau kini Bung Hatta masih hidup, pasti beliau akan sangat prihatin dengan temuan riset beberapa lembaga tentang buruk dan lemahnya minat membaca buku generasi muda Indonesia sekarang. Padahal, e-book digital kini banyak tersedia gratis. Tinggal klik, langsung bisa membacanya.
Unesco belum lama mensurvei minat baca di 72 negara, dan Indonesia berada pada posisi yang ke-62. Sangat rendah dibanding negara lain. Riston Batuara, Direktur YIP dan dosen STII Yogyakarta mengatakan, kalau Amerika warganya disurvei, setahun baca buku sampai tuntas 15 buku, Jepang 10 buku, dan rerata negara Asia 3 buku tuntas dibaca setahun. Sementara orang Indonesia, setahun belum tuntas baca satu buku.
”Bahkan, kita pernah survei di YIP (Youth Interface and Peace), anak remaja kita yang menghabiskan 8,5 jam berinternet dan 3,5 jam mengakses medsos, mereka baca buku maksimal 6 jam seminggu tapi tidak ada yang tuntas baca 15 halaman buku dalam seminggu. Ini memang realitas yang masih mengecewakan,” ujar Riston, saat tampil dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Pemalang, 14 Oktober 2021.
Membahas topik webinar ”Tingkatkan Budaya Membaca Buku pada Generasi Anak Digital”, Riston tak tampil sendirian. Dipandu moderator Ayu Perwari, yang ditemani key opinion leader penulis Suci Patria, juga tampil tiga pembicara lain. Masing-masing Abdul Rahman, direktur buku dan percetakan Langgar.co; Yolanda Presian Desi, dosen ST MMTC Yogyakarta; dan Eefan Aryaputra, trainer and developer expert.
Fakta yang menarik, produktivitas penulis Indonesia sebenarnya cukup bagus. Ada 30 ribu judul buku dicetak setiap tahun. Soalnya, kenapa kualitas layanan dan kunjungan anak ke perpustakaan rangking 36 di dunia? Sudah begitu, menurut riset terbaru YIP pada remaja Indonesia, 99 persen ternyata tidak suka baca buku dan hanya 1 persen yang masih suka baca buku. Lalu, ke mana remaja milenia menghabiskan waktunya dewasa ini? tanya Riston pada peserta, yang tentu bisa ditebak jawabannya.
Ternyata, lanjut Riston, setidaknya 24 jam seminggu habis buat nonton teve, 49 jam seminggu tidur, dan 21 jam seminggu main smartphone dengan beragam medsos yang diakses, tapi tidak pengin nengok e-library dan e-book yang bisa gratis dibaca, dan jutaan buku bisa diakses di ruang digital tanpa batas kapan saja, di mana saja, dan sambil ngapain lo,” urai Riston, agak geram.
Memang, balik lagi, peran guru dan orangtua perlu ditingkatkan, Antara lain dengan memberi teladan membaca pada anak di era digital. Yolanda Presiana memberikan contoh sederhana. ”Kalau orangtua dan guru membiasakan saat antre di rumah sakit, bayar pajak atau antre di mana pun menunggu dengan membaca buku, atau kalau perlu luangkan baca buku di rumah sehari tiga lembar saja, anak tentu akan mengikuti kebiasaan asyik baru di rumah itu,” saran Yolanda.
Buku, baik konvensional maupun digital, merupakan sumber ide, wawasan, dan bahan yang menginspirasi banyak kemajuan kehidupan. ”Era digital makin membuat baca buku nyaman dan murah, karena tinggal klik. Jadikan kini membaca buku sebagai gaya baru hidup bebas dalam memburu ilmu seluasnya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kita, siapa lagi,” ujar Yolanda, memungkas diskusi. (*)
Post a Comment