Interaksi di Platform Digital, Bekali dengan Etika
Kota Surakarta – Angka pengguna internet di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal itu juga berpengaruh terhadap perubahan perilaku bermedia masyarakat: dari konvensional ke media digital. Karena Pandemi Covid-19, media digital semakin menjadi tumpuan.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Muayyad Windan, Dian Nafi mengatakan pengguna digital mestinya memiliki kesadaran sebagai pelaku yang paham nilai integritas, menghindari hoaks, dan manipulasi. Sebagai pengguna sekaligus pelaku digital, mereka juga mempunyai tanggung jawab dan bersedia memikul akibat.
“Untuk itu remaja perlu memiliki kesadaran selalu berperilaku positif di ruang digital,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema “Remaja Sadar Jejak Digital dengan Konten Positif” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada 21 Juli 2021.
Menurut Dian, ada berbagai kategori dalam aktivitas bermedia digital, pertama yakni mengakses. Kategori ini berupa membuat akun di berbagai platform media digital. Lalu, berinteraksi yakni Mencari teman, permintaan pertemanan, memfollow, konfirmasi teman, konfirmasi follow, follback, say hello, mengunggah status, tracking, kepo.
Kemudian berpartisipasi, yaitu Nge-like, retweet, share, komentar, bergabung dalam grup. Selanjutnya adalah berkolaborasi, seperti iuran, mengadakan aksi, melakukan kegiatan offline-online, membuat produk maupun karya bersama, memperluas jaringan kerja sama.
Selanjutnya, Dian mengatakan perlu adanya etika atau etiket dalam memakai platform digital, seperti menggunakan nama asli, foto asli, sopan, identitas asli. Lalu memilih teman yang dikenal, menambahkan teman yang baik, mengunggah status positif, balas menyapa.
“Baca sebelum nge-like, baca komentar sebelumya sebelum berkomentar, pilih grup sesuai kebutuhan, saring sebelum sharing, tidak menyebar hoaks,” tuturnya.
Adapun arena media sosial yakni bisa berupa memetika, yaitu perihal konten mental yang masuk ke dalam pikiran akan beranak pinak dan menyempitkan ruang bagi konten lainnya. Kemudian terminologi, istilah yang dilekati dengan kaitan tertentu akan memunculkan pengertian yang secara bertahap akan diterima sebagai kebenaran.
Untuk itu, Dian menyebut dalam berkomunikasi di dunia digital ada larangan-larangan pokoknya. Seperti merendahkan, menertawakan, meremehkan, melabeli, mencap, memberi gelar buruk, mencela diri. Lalu, prasangka, curiga, syak wasangka, mencari-cari keburukan, dan memata-matai.
“Termasuk juga menggunjing, membicarakan kekurangan, memfitnah, menuduh, menipu, menggelapkan, mengadu domba, mengutuk,” ucapnya.
Narasumber lainnya, Penggiat Advokasi Sosial, Ari Ujianto mengatakan perlu adanya kemampuan literasi digital terutama bagi remaja dalam beraktivitas di platform digital. Yakni kemampuan untuk menggunakan alat digital untuk merancang dan membuat konten asli yang menarik, untuk mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi. Kemudian juga mampu berpikir kritis: mempertanyakan seberapa otentik, valid, dan bermanfaatnya informasi digital.
“Literasi Digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif,” ujarnya.
Menurut Ari, tidak adanya literasi digital salah satu dampaknya yakni tidak mempunyai kemampuan keamanan digital. Yakni suatu bentuk konsep dan upaya dalam memberikan perlindungan terhadap aset dan informasi digital yang dimiliki suatu individu dan kelompok. Keamanan digital juga diibaratkan sebagai bentuk pertahanan diri perangkat yang berhubungan dengan akses digital baik perangkat lunak maupun keras karena akan selalu ada celah yang dapat dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab.
Dipandu moderator Vania Martadinata, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Triana Rejekiningsih (Dosen Universitas Sebelas Maret), M. Fatkhurohman (Pemred Radar Tegal), dan Influencer, Andana Kay selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment