Hindari Pelanggaran Hak Cipta, Tumbuhkan Etika Bagi Pengguna Digital
Brebes - Penggunaan konten digital berdampak pada mempercepat arus informasi, mempermudah akses informasi yang tidak lagi terhalang oleh jarak dan waktu, mempermudah setiap orang untuk mencari informasi yang dibutuhkannya.
Kemudian juga meningkatkan perdagangan, pendapatan materi dari kreatifitas, dan sumber-sumber pendapatan lainnya yang ada dalam konten digital. Lalu, menjadi sumber belajar, dan media pembelajaran yang menarik.
“Dampak lainnya, memudahkan masyarakat, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pemerintah,” kata Praktisi Hukum, Rifan Azzam Amrulloh dalam webinar literasi digital dengan tema “Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pada 28 Juli 2021.
Adapun dampak negatifnya yakni pelanggaran hak cipta, penghinaan atau pencemaran nama baik, ujaran kebencian, perjudian hoaks, hacking. Padahal Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta. Sedangkan lingkup ciptaannya yakni ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Menurut dia, orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan dianggap sebagai pencipta. Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait. Perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada tau terwujud dan bukan karena pencatatan.
Hak cipta ini dibagi menjadi dua, yaitu hak moral yaitu hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta dan hak ekonomi, yakni hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.
Hak moral yakni kaitannya dengan konten digital, pencipta dapat memiliki, yaitu suatu ciptaan yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan kegiatan pengumuman penciptaan; nama pencipta, aliasnya atau nama saramannya; pencipta sebagai pemegang hak cipta; Masa dan kondisi penggunaan ciptaan; dan Nomor dan kode informasi.
Hak ekonomi, yakni manfaat ekonomi atas ciptaan yaitu untuk melakukan, seperti penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuk, penerjemahan ciptaan, pengapdatasian, pengaransemanan, atau pentransformasian ciptaan, pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, dan komunikasi dan penyewaan ciptaan.
Rifan menyebut contoh pelanggaran hak cipta dalam konten digital, misal untuk artikel yakni reproduksi atau penyalinan atau penggandaan atas karya literasi seperti buku, jurnal, terbitan berkala, majalah dan surat kabar.
“Untuk video, penyalinan video untuk diunggah ke akun pribadi, dan pemotongan video, cover lagu yang diaransemen ulang atau dinyanyikan dengan teknik berbeda, dan cover lagu yang diunggah ke platform media sosial dengan maksud keuntungan ekonomi,” kata dia.
Kemudian juga memuat gambar tanpa seizin pencipta, dan meriplakasi gambar untuk status di dalam media sosial pribadi tanpa mencamtumkan sumber penciptanya.
“Tumbuhkan etika bijak dalam konten digital. membuat konten yang orisinil, mencantumkan sumber pada penggunaan hak cipta tertentu, jangan menggunakan konten hasil ciptaan orang lain untuk keperluan, komersil,” ucapnya.
Narasumber lainnya, Pengajar Pesantren Aswaja Nusantara, Zain Handoko mengatakan hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. “Hak dalam bermedia digital meliputi hak mengakses, berekspresi, merasa aman,” katanya.
Dipandu moderator Fernand Tampubolon, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Denik Iswardani Witarti (Dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur) Aulia Putri Juniarto (Kaizen Room), dan Mom Influencer, Tya Lestari, selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment