Gali Potensi Side Hustle di Medsos, Solusi Cari Cuan di Masa Pandemi
Kota Surakarta: Sebagai pegawai mini market modern, gaji Murni – namanya sebagai TikToker – standar UMR saja. Tapi apa yang dilakukan Murni belakangan viral di TikTok, karena kreativitasnya mengisi konten TikTok berbuah mengejutkan. Apa yang Murni lakukan?
Dia membuat konten berisi bahasan atas barang belanjaan dia sendiri di suatu e-commerce kondang. Mereview produknya dan membuat banyak penonton konten TikTok-nya kepengin beli, belanja produk tersebut, dan ternyata dia mendapat fee dari situ. Tak tanggung-tanggung, sudah Rp 129 juta ia terima dari iseng-iseng mencari side hustle, penghasilan sampingan tambahan jobnya.
Jadi, galilah potensi lain side hustle dengan beragam medsos lain, bisa menjadi income tambahan buat Anda. ”Murni saja bisa, Anda kalau kreatif pasti juga bisa. Kuncinya, jeli dan kreatif menangkap peluang. Ayo, jadikan pandemi momentum Anda mencari side hustle, sumber penghasilan sampingan dari medsos Anda,” urai M. Dzaky Riana, Founder Instanesia.id saat berbicara dalam webinar literasi digital bertema ”Kiprah Ekonomi Kecil dan Menengah di Era Pandemi Covid 19. Webinar yang digelar Kementerian Kominfo bersama Debindo pada 7 Juli 2021, ini diperuntukkan bagi masyarakat Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta.
Sharing dari Dzaky, bukan isapan jempol. Ulah Murni sudah juga dicoba Dzaky. Dzaky mencoba membuat konten serupa yang ia upload di TikTok dan Istagram juga Facebook, meski belum sebesar Murni. Dzaky mulai menerima fee dari produsen produk yang dia review.
” Anda semua boleh menirunya. Ini sampingan yang menantang dan menggiurkan. Obat gabut di rumah di masa pandemi dan work from home. Biar lebih efektif, search dengan Google, produk apa yang menarik dan lagi tren di e-commerce, pasti lebih kena sasaran,” saran Dzaky.
Peserta di Gunung Kidul rupanya pecah telur. Setidaknya 415 peserta mengikuti webinar yang diikuti secara daring dari rumah. Dipandu moderator Tomy Rumahorbo, Dzaky juga ditemani tiga pembicara lain: Fira Kumala Sari (CEO Gunung Kidul Phansa), Dinar Yuhananto (Content Creator dan Digital Marketer), Adhi Wibowo (Praktisi Pendidikan) serta Ryan Maharyadi, motivator yang tampil sebagai key opinion leader.
Terkait tema diskusi, Fira Kumala Sari punya saran lain. Mengutip laporan Grab Expres di seputar Yogyakarta, sejak Maret 2020 nilai omzet UMKM yang diantar produknya meski masa pandemi justru naik 21 persen. Malah menuju akhir 2020 dilaporkan naik antaran beragam Grabfood sampai 40 persen.
Ini artinya, meski pandemi, justru ada peningkatan belanja online, karena masyarakat berubah perilaku belanjanya. ”Tak hanya kuliner, banyak teman Fira yang segera men-go digital-kan produknya, mengalami kenaikan omzet karena perubahan budaya belanja dan kebanyakan warga beraktivitas di rumah,” cerita Fira. Apa yang diburu pembelanja di masa pandemi?
Kata Fira, banyak teman yang mengonlinekan produknya mengaku mengalami kenaikan omzet secara mencolok. Yang jualan perlengkapan kebun, tanaman buah dan tanaman taman, juga laris manis. Beragam toko hobi dari burung, kucing, ikan hias dengan perlengkapanya, juga skin care, perawatan wajah dan tubuh, juga laris.
Mereka pada gabud, pengin merawat tanaman, dan hobinya juga merawat wajah dan tubuh. Dan, tren itu juga terjadi di peralatan olahraga dan sepeda yang naik turun pesananya hampir dua tahun ini. Kuncinya, jeli bikin produk yang unik dan belum banyak dibuat. ”Pasar milenia memang kritis soal kualitas dan layanan, tapi mereka juga fair kalau dipuaskan keinginannya. Mereka akan review secara positif dan share ke medsosnya. Itu sangat membantu promosi di era bisnis digital,” ujar Fira.
Salah satu gangguan di kalangan UMKM adalah soal transaksi yang aman. Bisa proses bayar dikirim tapi gagal dilunasi, atau barang yang dipesan tak seperti yang diharapkan pembeli, dan merusak citra UMKM produk tertentu. Beberapa kasus prank order palsu, pura-pura pesan catering ratusan boks, lalu kirim tanda bukti transfer bank palsu.
Adhi Wibowo menyarankan, untuk kasus seperti itu, lebih baik bikin rekening bersama. Misal, asosiasi catering atau asosiasi usaha jadi pihak ketiga yang menjamin pembayaran dan pengiriman barang yang win win solution, agar buyer maupun seller sama-sama aman. Ini penting di era cashless.
”Tampilnya konsep rekening bersama ke depan makin dibutuhkan di era digital. Agar saling merasa aman dalam bertransaksi digital. Intinya, pembayaran baru diberikan pada penjual kalau barang sudah tuntas dieksekusi. Kalau ada komplain mesti dibereskan, diganti atau tukar sampai pembeli puas. Memang butuh adaptasi, tapi semua akan bisa kalau sudah biasa,” pungkas Adhi Wibowo, menutup diskusi. (*)
Post a Comment