Fakta di Era Digital, Budaya Terus Berkembang
Batang – Budaya bersifat dinamis, tidak statis karena berinteraksi dengan semua budaya. Faktanya, pada era digital ditandai globalisasi yang sangat cepat menyebar dan menyerap segala informasi, budaya akan terus berkembang.
“Contoh, musik melayu bertemu dengan musik India dengan sedikit sentuhan irama rock menjadi dangdut. Kebaya bertemu dengan budaya hijab menjadi khazanah unik tersendiri. Kebaya dan jarik bertemu dengan budaya Barat menghasilkan berbagai mode tren fashion,” ungkap Shuniyya Ruhama Habiballah, Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri Kendal.
Saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Kamis (7/10/2021), Owner Batik Shuniyya ini juga mencontohkan kain tradisional Indonesia menjadi bahan busana yang mendunia.
Menurut alumnus Fisipol UGM Yogyakarta itu, budaya merupakan cara hidup yang berkembang serta dimiliki bersama oleh sekelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya antara lain terdiri dari unsur perilaku-perilaku tertentu.
Budaya, lanjut dia, adalah identitas bangsa. ”Orang luar negeri tidak tertarik dengan kita karena kebarat-baratan, kearab-araban, ke-China-chinaan, ke-Jepang-jepangan, ke-Korea-koreaan atau sejenisnya sesuai yang sedang mengalami tren terutama di televisi dan dunia maya,” jelasnya.
Mereka tertarik karena identitas khas budaya tradisional yaitu bahasa dan dialeknya, pakaian dan pernak-perniknya, kuliner maupun bangunan.
Shuniyya menambahan ada etika dalam menyerap budaya. Seluruh budaya dan segala perniknya selama memperkaya khazanah, menambah keberagamannya dan tidak memberangus budaya yang telah ada maka bisa diterima “Saringannya ialah nilai-nilai Panasila,” tegasnya.
Hanya saja diakui, masih terdapat tantangan dan hambatan. Misalnya, mental minder, gagap teknologi, keterbatasan bahasa atau belum paham etika pergaulan internasional. ”Kita harus bangga sebagai bangsa Indonesia. Indonesia bukan sekadar menjadi tempat ’penampungan budaya dunia’ tetapi lebih dari itu budaya Indonesia mampu mempengaruhi budaya dunia,” kata dia.
Narasumber lainnya, Ahmad Muhlisin selaku Redaktur Betanews.id, menjelaskan berdasarkan data survei indeks literasi digital nasional 2020 di 34 provinsi di Indonesia, akses terhadap internet kian cepat, terjangkau dan tersebar hingga ke pelosok.
Dalam survei tersebut juga terungkap bahwa literasi digital masyarakat Indonesia berada pada level sedang. Kurangnya kecakapan digital dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak menimbulkan penggunaan media digital yang tidak optimal.
Menurut dia, lemahnya budaya digital bisa memunculkan pelanggaran terhadap hak digital warga. Rendahnya etika digital berpeluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak konten negatif.
Sedangkan rapuhnya keamanan digital berpotensi terhadap kebocoran data pribadi maupun penipuan digital.
Dipandu moderator Nabila Nadjib, webinar bertema ”Pertemuan Budaya Tradisional dengan Kemajuan Teknologi Digital” ini juga menghadirkan narasumber Hartuti Purnaweni (Dosen Administrasi Publik FISIP Undip), Gervando Jeorista Leleng (Co-Founder Localin), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Astira Vern (Miss Eco International 1st RU 2018) sebagai Key Opinion Leader. (*)
Post a Comment