Digital Culture Sebagai Prasyarat Transformasi Digital
Semarang – Indonesia merupakan negara multilingualisme dan tidak dapat dipisahkan dari multikulturalisme. Digital culture atau budaya digital dibangun dengan tiga aspek penting yaitu participation, remediation dan bricolage.
”Participation adalah bagaimana masyarakat berpartisipasi memberikan kontribusi untuk tujuan bersama,” ujar Aidil Wicaksono, Founder Pena Enterprise, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (7/10/2021).
Sedangkan remediation berarti bagaimana merubah budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat, sementara bricolage adalah memanfaatkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya untuk membentuk hal baru.
Aidil menjelaskan, pengertian digital culture yaitu kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Digital Culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.
”Orang yang bertahan adalah yang mampu menyesuaikan dan beradaptasi dengan lingkungan,” kata dia mengutip sumber dari Modul Literasi Digital.
Selain itu, lanjut dia, juga terdapat tiga nilai utama dunia digital yaitu kreativitas, kolaborasi dan kritis. Kreativitas dimaksudkan untuk menjelajahi berbagai sudut pandang dan potensi media digital.
Adapun kolaborasi di media digital tujuannya untuk mengasah kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi. Sedangkan kritis berarti memanfaatkan media digital untuk kegiatan positif.
Pada webinar bertema ”Literasi Digital dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan” kali ini, Aidil menjelaskan tentang mindfulness communication. Inilah yang dia sebut sebagai komunikasi penuh perhatian yang melibatkan penerapan prinsip-prinsip perhatian dalam berhubungan dengan sesama.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi menetapkan niat, hadir sepenuhnya, tetap terbuka, tidak menghakimi dan berhubungan dengan penuh belas kasih, empati serta simpati.
Narasumber lainnya, Ni Made Ras Amanda selaku Dosen Universitas Udayana Bali yang juga anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) antara lain menjelaskan tentang jejak digital.
Menurut dia, jejak itu bisa terlihat setelah melakukan postingan di media sosial, misalnya pencarian di google, tontonan di youtube, pembelian di marketplace, jalur ojek online, games online yang dimainkan, apps yang diunduh, maupun musik online yang diputar situs web yang dikunjungi.
Dipandu moderator Neshia Sylvia, webinar juga menghadirkan narasumber Nabil Basalamah (Magazine Manager INews), Arif Hidayat (Dosen Universitas Negeri Semarang), Hendrar Prihadi (Walikota Semarang) sebagai Keynote Speech, Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Cinthia Karani (Miss Earth Indonesia 2019) sebagai Key Opinion Leader. (*)
Post a Comment