Dakwah Online Butuh Sumber yang Kompeten
CILACAP – Maraknya konten dakwah digital di internet tidak bisa lepas dari besarnya pengguna internet serta banyaknya umat beragama yang belajar agama melalui online. Sebagai upaya mencegah adanya konten negatif di dunia digital yang dikhawatirkan membawa pengaruh buruk, penanaman nilai-nilai agama di media online membutuhkan sumber yang kompeten di bidangnya, yaitu tokoh dan ahli agama.
“Mengapa penanaman nilai-nilai agama di media online penting, sebab pengguna internet dan sosial media di Indonesia paling banyak Generasi Z dan Milenial,” ujar Saeroni, Ketua Pusat Studi Keluarga dan Kesejahteraan Sosial Universitas Nadlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (22/7/2021).
Memang, kata dia, persebaran nilai-nilai agama di dunia digital masih berhadapan dengan sejumlah tantangan di antaranya hoaks, intoleransi, ujaran kebencian, radikalisme politisasi narasi agama berbasis SARA.
Merujuk hasil survei, 44,3 persen pengguna internet menerima hoaks setiap hari, 17,2 persen menerima hoaks lebih dari satu kali sehari, 29,8 persen menerima hoaks seminggu sekali.
Selain itu, menurut Saeroni, juga masih ada kendala berupa fenomena radikalisme. Inilah pentingnya konten-konten digital memuat nilai-nilai agama yang moderat. Konten tersebut bisa digunakan untuk platform video online paling populer di dunia maupun untuk siaran langsung.
Untuk menarik perhatian generasi milenial, saran dia, konten dibuat dengan konsep dan metode pendekatan yang humanis, mengajak bukan menghakimi, mengutamakan pelibatan komunitas, rendah hati dan tidak mudah membenci.
Selain itu juga moderat dan tidak berlebihan, yaitu membangun karakter dan daya kritis bukan indoktrinasi, menghargai budaya lokal maupun menguatkan basis nilai yang sudah ada kemudian menyempurnakannya.
Narasumber lainnya pada webinar bertema ”Moderasi dan Penanaman Nilai-Nilai Keagamaan melalui Online” kali ini, Kepala MTs Negeri 3 Purworejo, Fitriana Aenun. Mengutip sumber dari Kementerian Agama (Kemenag), moderasi adalah jalan tengah, tidak berpihak kepada siapa pun atau pendapat mana pun, bersikap adil kepada semua pihak.
Orang dikatakan bersikap moderat berarti orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja dan tidak ekstrem. Dengan moderasi beragama, seseorang menjadi tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktikkannya disebut moderat. Menurut Fitriana, penanaman dan penguatan moderasi beragama perlu dilakukan terencana, sistematis dan berkelanjutan.
Dipandu moderator Ayu Perwari, webinar juga menghadirkan narasumber Eko Sugiono (Praktisi & Internet Marketing), Nuzran Joher (Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI) dan Abraham Kevin (Indonesian Ido 2018) selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment