Bersikap Pancasilais di Tengah Era Digital
Magelang – Masyarakat pancasila merupakan masyarakat yang memiliki nilai-nilai dan keyakinan yang dapat menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada saat yang bersamaan, Pancasila mengalami berbagai tantangan di tengah berbagai informasi yang mudah diterima oleh masyarakat di era digital.
“Tantangan itu adalah radikalisme, terorisme, intoleransi, konsumerisme, ekslusivisme, gejala polarisasi, dan isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan),” ujar Ahmad Sururi, Dosen Universitas Serang Raya, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (23/7/2021).
Melalui webinar bertema Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital kali ini, Ahmad menjelaskan kemajuan teknologi dan informasi di era digital dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang menyebarkan pemahaman antiagama (atheisme), paham radikalisme berbasis agama, terorisme dan intoleransi. Semua itu bertentangan dengan sila pertama Pancasila.
Dia tidak ingin aktivitas di dunia digital dimanfaatkan secara negatif dengan perilaku intoleran, ujaran kebencian dan menjatuhkan hak dan martabat.
Memang, lanjut dia, pesatnya perkembangan informasi di era digital dimanfaatkan oleh pihak-pihak untuk menyebarkan hoaks yang berpotensi konflik dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Selama ini ada kesan interaksi yang terjadi di dunia digital memiliki kecenderungan “debat tanpa data dan fakta”, “diskusi dan persaingan tanpa makna dan ujaran atau umpatan berupa posting komentar yang menyudutkan.
Selain itu, informasi di era digital berpotensi mendegradasi sikap kekeluargaan antar-anak bangsa, penyebaran paham anti-demokrasi dan tidak saling menghargai hak dan kewajiban.
Menjawab berbagai tantangan tersebut diperlukan kemampuan mengidentifikasi dan menseleksi informasi digital, kemampuan memverifikasi informasi digital, kemampuan partisipasi dan kolaborasi di era digital. Dan yang paling penting adalah membumikan nilai-nilai Pancasila melalui kecakapan digital.
Narasumber lainnya, Aulia Putri Junarto (Kaizen Room), menambahkan Indonesia terdiri dari 16.771 pulau, 34 provinsi, 1.340 suku bangsa dan 6 agama. Indonesia merupakan negara majemuk, multikulturalis dan demokratis.
Dia barharap warga digital menggunakan media digital diarahkan pada suatu niat, sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Caranya antara lain, gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga tidak menimbulkan resiko kesalahpahaman yang tinggi.
Hindari penggunaan kata atau frasa multitafsir jika tidak dimaksudkan demikian, serta gunakan setiap kata sesuai dengan peruntukannya.
“Dalam konteks media sosial, mungkin untuk menghargai orang lain kita dituntut membaca sebelum berkomentar. Membaca, melihat apa konteks konten yang disampaikan, bagaimana latar belakang si pengunggah konten dan sebagainya,” kata dia.
Dengan sedikit kebijaksanaan ini idealnya interaksi di media sosial akan terjadi dengan lebih produktif dan tidak bersifat negatif.
Dipandu moderator Fernand Tampubolon, webinar juga menghadirkan narasumber Muhammad Mustafid (Kepala LPPM UNU Yogyakarta), M Jadul Maula (Penulis dan Budayawan) dan Made Suardani (Mom Influencer) selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment