Bermedia dengan Amalan Spiritualitas Kristiani
Karanganyar - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dengan tema "Literasi Digital Umat Kristiani Karanganyar dalam Bermedia Sosial", Selasa (19/10/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Webinar dipandu oleh entertainer Fernand Tampubolon dan diisi oleh empat narasumber: Krisno Wibowo (Pimred Swarakampus.com), Novita Sari (aktivis Pemuda Lintas Iman), Pendeta Agung Prasetiya Raharjo (anggota Badan Pelaksana Klasis GKJ Lawu-Karanganyar), Pendeta Imanoel Seno Nugroho (Badan Musyawarah Antar Gereja Karanganyar). Serta. Stephanie Cecilia (founder Mediccation.id) sebagai key opinion leader.
Narasumber Krisno Wibowo dalam pemaparannya menyampaikan bahwa media sosial berperan cukup besar dalam memperluas interaksi sosial dengan praktik komunikasi dua arah. Juga mentransformasikan informasi satu arah dari institusi media ke banyak audiens, serta mendukung demokratisasi pengetahuan dan informasi.
Peluang media sosial rupanya juga diikuti "teror" berupa hoaks, ujaran kebencian, fitnah dan pencemaran nama baik. Serta kejahatan berupa penipuan, pencurian identitas, dan perundungan. Hal-hal ini selain menyalahi etika dalam bermedia digital juga menyalahi ajaran spiritualitas Kristiani.
Spiritualitas Kristiani memiliki nilai-nilai yang kurang lebih sama dari nilai dasar dalam Pancasila. Yaitu yang mengajarkan cinta kasih, memuliakan kemanusiaan dengan mentransformasikan sikap toleran dan menghargai perbedaan. Berempati dan mau berkorban demi kebaikan, rendah hati dan memiliki semangat memperbarui diri untuk meningkatkan kualitas yang lebih baik.
"Praktik spiritualitas Kristiani di medsos dengan mempromosikan konten berbasis kemanusiaan dan memperkuat konten bermuatan solidaritas sosial. Memperbanyak konten bernuansa advokasi dan empati pada kelompok terpinggirkan. Medsos sebagai sarana memperteguh iman, keyakinan atas kebenaran," jelas Krisno.
Pendeta Imanoel Seno Nugroho menambahkan bahwa dalam menghadapi budaya digital yang semakin lekat perlu bekal persiapan. Ia mengutip Paulus Kolose 3:23 "apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia". Maksudnya dalam berbudaya digital hendaknya dilakukan dengan penuh kesungguhan dengan melibatkan hati dan pikiran secara utuh dan memiliki tujuan baik, sebagaimana seorang hamba kepada Tuhannya.
Kompetensi yang dibutuhkan dalam berbudaya digital di antaranya adalah cakap produksi dengan mempertimbangkan apakah informasi yang akan disampaikan akan menjadi batu sandungan atau memberi manfaat, menebarkan kasih atau melukai. Juga cakap distribusi dan menimbang konten disampaikan untuk apa dan untuk siapa.
"Berbudaya digital dengan aktif berpartisipasi dan berkolaborasi untuk menggunakan media digital secara bertanggung jawab dan bermanfaat bagi banyak orang," jelasnya.
Ia mengajak masyarakat untuk menggunakan media digital dengan santun dan sikap dewasa. Menghindari penyampaian informasi yang dapat mengganggu, melanggar, dan melukai hak orang lain. Tidak membenturkan SARA, menghindari menyebarkan fitnah, hoaks, serta konten negatif lainnya.
"Media digital kita jadikan sarana untuk berperan menumbuhkan rasa cinta, merajut kebersamaan dalam perbedaan dan melandasi diri ketika produksi dan distribusi konten digital, berpartisipasi dan berkolaborasi dengan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," tutupnya. (*)
Post a Comment