Berdemokrasi Secara Benar Dengan Media Sosial
MAGELANG: Peningkatan tentang wacana demokrasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai platform media sosial.
"Menjadikan ruang digital sebagai ajang ruang berdemokrasi yang sehat sangat bisa dilakukan, misalnya berpartisipasi mengkritisi berbagai isu kebijakan negara namun secara argumentatif," kata pemimpin redaksi swarakampus.com Krisno Wibowo saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Media Sosial sebagai Sarana Meningkatkan Toleransi dan Demokrasi" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (23/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Krisno menuturkan kebijaksanaan sikap menggunakan media sosial untuk proses berdemokrasi, memerlukan pemahaman literasi digital yang baik pula.
Pentingnya literasi digital bagi anak muda dalan perspektif wawasan kebangsaan ini, perlu keteladanan elite untuk memberi contoh berdemokrasi secara dewasa di media sosial.
"Walau di satu sisi kita berhadapan dengan tantangan pengembangan toleransi di media sosial, misalnya sikap toleran yang terkikis seiring mengerasnya sentimen primordial sempit akibat ujaran kebencian, hoaks, adu domba dan sejenisnya," kata dia.
Krisno mengatakan lunturnya paham toleransi membuat seorang pengguna ruang digital merasa paling benar dan yang lain pasti salah. Sehingga perdebatan di media sosial tak sehat.
"Misalnya beda pandangan tapi disikapi dengan ujaran kebencian menganggap perbedaan sebagai ancaman, menanggapi fakta dengan emosi dan keyakinan membabi buta. Ini adalah fenomena post truth, padahal tidak ada kebenaran tunggal" tegas Krisno.
Krisno mengatakan pengguna digital perlu memahami bahwa dalam sistem demokrasi ada sistem pemerintahan yang memberi ruang warganya dapat mengambil bagian dalam keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya dalam bernegara.
Sikap demokratis ini dicirikan pada perilaku individu yang menghargai pendapat orang lain, musyawarah, kebebasan yang bertanggung jawab.
"Sayangnya, praktek demokrasi di media sosial sering dimaknai sebagai kebebasan mengumbar gagasan, kemudian direduksi menjadi ajang saling serang, caci maki, saling menjatuhkan, kritik tidak berbasis fakta bahkan manipulatif," kata dia.
Padahal peran media sosial seharusnya mempromosikan konten-konten bermuatan kerukunan beragama lewat berbagai platform digital. Ada pernyataan menyejukkan dari tokoh-tokoh berpengaruh bernuansa ajakan hidup bertoleran.
"Di sinilah pentingnya literasi digital memuat perspektif-perspektif toleransi kepada anak sejak dini baik keluarga maupun sekolah," urainya.
Narasumber lain Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang Habib Sholeh mengatakan dalam konteks demokrasi politik, media sosial telah menyediakan ruang komunikasi interaksi informasi kepada khalayak, sehingga partai politik sebagai instrumen demokrasi bisa memanfaatkan untuk menggalang dukungan dan menyampaikan program-program.
"Media sosial bisa menjadi saluran alternatif partisipasi politik, partisipasi ini akan semakin memperkuat dan meningkatkan kualitas demokrasi lewat media sosial, masyarakat bisa ikut mengawasi perilaku elit politik dan program parpol serta mengontrol dan mengkritisi jalannya pemerintahan," kata dia.
Di sisi lain media sosial bisa untuk membumikan semangat toleransi dengan memperbanyak narasi positif dan menyejukkan. "Prinsipnya media sosial bisa jadi alat membatasi tumbuhnya paham radikalisme, terorisme dan intoleransi dengan memperbanyak konten positif," kata Sholeh.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber mantan ketua KPU Kabupaten Magelang Ahmad Majidun, digital marketer content creator Zulchaidir Ashary, serta dimoderatori Zacky Ahmad serta Safira Hasna selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment